
MADIUN (Lenteratoday) - DPRD Kabupaten Madiun akan menyampaikan pengaduan masyarakat terkait Perbup No 38 Tahun 2021 tentang kepala desa ke pemerintah pusat. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi A dengan beberapa perwakilan warga, Rabu (10/11/2021).
RDP tersebut juga dihadiri oleh Polres Kabupaten Madiun, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Madiun dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri).
Salah satu perwakilan warga, Husairi, mengatakan Perbup No 38 Tahun 2021 pasal 29 adanya pembatasan calon maksimal lima orang menurut warga akan menimbulkan celah untuk orang yang ingin menjatuhkan putra terbaik desa. Mereka menganggap pendaftar lebih besar kemungkinan adanya pendaftaran yang tidak murni menjadi kepala desa namun semata-mata hanya untuk menjatuhkan putra desa terbaik. Apalagi, orang luar daerah selagi WNI diperbolehkan mencalonkan sebagai Cakades.
"Kita antisipasi warga masyarakat agar tidak ada pihak luar yang mendaftar di daerah kami, dengan memasang banner seruan masyarakat yang sebenarnya tidak menerima adanya pendaftar dari luar," ungkapnya.
Masyarakat pun merasa resah dengan adanya pendaftar yang akan menjatuhkan putra terbaik. Dan mengusulkan untuk penambahan regulasi agar calon yang mendaftar diberi tambahan syarat minimal mendapatkan 20 persen dukungan warga sehingga dapat menujukkan pendaftaran benar-benar berniat menjadi kepala desa tidak hanya sekedar daftar langsung pulang.
"Kami tahu ada peraturan. Kami akan menjalankan pesta demokrasi di desa kami, jangan di ganggu oleh oknum. Kami tidak mengotak-atik Perbup yang sudah jadi, karena kita juga punya hak bertanya apakah benar ingin menjadi kepala desa kami agar ada kepastian atau memang hanya sebatas abal-abal," bebernya.
Sementara, Kepala DPMD Joko Lelono menjelaskan bahwa regulasi Pilkades terkait syarat calon sudah diatur turun temurun mulai dari putusan MK sehingga tidak dapat dirubah begitu saja. Menurutnya perlu adanya edukasi kepada masyarakat bahwa ketentuan domisili dan bertempat tinggal satu tahun sebelum pendaftaran Cakades sudah dicabut dan dihapus sesuai dengan putusan MK No 128 tahun 2015, konkretnya pada Permendagri 65 tahun 2018 dan ditindaklanjuti dengan Perda 9 tahun 2018 sehingga di Perbup 38 juga tidak diatur lagi.
"Artinya syarat kepala desa saat ini hanya WNI. Kondisi dilapangan banyak pendaftar calon dari luar, tapi kita juga tidak bisa menolak karena memang regulasi seperti itu. Untuk ketentuan WNI selama regulasi pusat tidak dihapus kita hanya bisa memberikan masukan ke pusat," ujarnya.
Terpisah Ketua Komisi A Hari Puryadi sebagai pimpinan rapat mengatakan pihaknya pun tidak bisa menduga apakah Cakades yang mendaftar abal-abal atau calon sungguhan. Indikasi tersebut justru dapat diketahui oleh penilaian masyarakat sendiri.
Sementara Pemerintah Daerah sendiri telah berupaya terkait bagaimana unsur Cakades dari perangkat desa diatur dalam SE Bupati, terkait ASN sedang dilakukan skrining jika ada calon abal-abal berasal dari ASN akan jatuh pada tahalan skrining tersebut.
"Kita berupaya bagaimana Pilkades serentak berjalan lancar, suasana kondusif dan mematuhi protokol kesehatan," katanya.
Terkait aspirasi masyarakat jika calon minimal memiliki dukungan 20 persen akan ditampung, karena memang bukan ranah dan kewenangan pemerintah daerah sehingga aspirasi tersebut akan diteruskan ke pemerintah pusat. Sedangkan permintaan untuk tidak mengatasi jumlah calon dan penolakan calon dari luar daerah terpatahkan oleh regulasi dari pusat, dan Perbup akan tetap berjalan dan harus dipatuhi merujuk pada Permendagri.
"Jika masyarakat menghendaki lebih dari itu akan kita sampaikan aspirasi sebagai bentuk inventarisasi masalah yang berkembang saat ini. Kita harus menampung, menerima aspirasi masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan regulasi di atasnya," pungkasnya. (*)
Reporter : Wiwiet Eka Prasetya
Editor : Lutfiyu Handi