21 April 2025

Get In Touch

Cegah Lonjakan Ketiga, Jangan Lengah Terhadap Prokes

Dr. Windhu Purnomo, Pakar Epidemiologi Unair, dan Dr Dominicus Husada, Spesialis Anak sekaligus Pakar Vaksin saat menjadi pembicara webinar yang diselenggarakan oleg RSLI, Selasa (5/10/2021).
Dr. Windhu Purnomo, Pakar Epidemiologi Unair, dan Dr Dominicus Husada, Spesialis Anak sekaligus Pakar Vaksin saat menjadi pembicara webinar yang diselenggarakan oleg RSLI, Selasa (5/10/2021).

SURABAYA (Lenteratoday) - Kasus Covid-19 di Surabaya mulai melandai. Akan tetapi Surabaya masih berada pada zona kuning. Untuk itu, Surabaya harus terus berjuang untuk berada pada zona hijau, paling tidak bisa mempertahankan tidak ada lonjakan ketiga.

Hal ini disampaikan Pakar Epidemiologi Unair, Dr. Windhu Purnomo saat menjadi pembicara webinar berjuang menuju zona hijau dan mencegah lonjakan kasus ketiga Covid-19 yang digelar Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI), Selasa (5/10/2021).

"Saat ini di Indonesia kondisi dari angka kejadian sudah menurun. Namun kita tidak boleh lengah karena angka kematian di Indonesia masih tinggi. Penularan juga bisa terjadi di anak-anak. Bahwa mereka lebih aman dalam resiko kematian, namun dalam hal penularan sama saja dengan orang dewasa," katanya.

Untuk itu  kata Windhu, potensi penularan pada anak tetap harus diperhatikan. Karena pergerakan virus itu linier dengan pergerakan manusia, maka perlu diwaspadai sebab inang virus adalah manusia itu sendiri. Indonesia sempat mengalami serangan cukup tinggi pada elombang kedua yang 94 persen berasal dari varian Delta. Sekarang   menghadapi kondisi landai dengan baik, yakni memperbaiki perilaku keluarga di rumah, di sekolah, karena tidak hanya anak didik saja, tapi juga keluarga di rumah dan tenaga pendidik.

"Ada penilaian dan assesment secara rinci apakan sekolah sudah siap terhadap pelaksanaan PTM, dan dilakukan upaya lebih kesiapan gurunya, sarana prasarana, edukasi, dan tidak kalah penting adalah pemantauan rutin/harian terhadap faktor resiko, dan tracing dan testing terhadap siswa/keluarganya yang sakit," jelasnya.

"Seluruh sekolah segera menggunakan aplikasi Peduli-Lindungi, sehingga nanti memakai QR Code dan yang terdeteksi hitam(sakit) maupun merah (belum vaksin) untuk tidak mengikuti PTM," imbuhnya.

Sementara itu, Dr Dominicus Husada, Spesialis Anak sekaligus Pakar Vaksin, menyampaikan  masalah mutasi, pedoman dalam hidup ini adalah aspek filsafatnya, supaya  bisa lebih memahami. 

"Pandemi Covid-19 sudah berlangsung 2 tahun awalnya dari Wuhan, China dan diduga dari pasar hewan dan hewan pembawa yang paling utama kelelawar. Awal Covid-19 tidak lepas dari peran dr. Lie Wen Liang yang mengungkapkan pertama kalinya temuan awal. Ia mengungkapkan adanya pasien dengan pneumonia, radang paru yang tidak jelas, dan berpotensi menjadi penyakit yang menular dan berbahaya," bebernya. 

Penanganan Covid di Wuhan saat itu sangat tertata. Semua dikunci,  Sebulan penuh Wuhan menjadi kota mati. Perawat dan dokter didatangkan dari provinsi lain dan dipulangkan setelah wabah selesai. Mungkin itu adalah contoh penanganan yang terbaik bagi negara lainnya. Saat Cina berhasil menaklukkan, semua negara di dunia gembira karena beranggapan bisa dikalahkan. Namun saat Iran dan Italia juga terjangkit, dan jumlahnya menyalib Cina, maka harapan itu sirna.

"Kondisi saat ini, obat yang sangat mujarab belum ada, beberapa obat memang ditemukan namun dengan beberapa keterbatasan. Beruntung ada vaksin. Vaksin ada banyak. Sudah 21 atau 23 yang disetujui," terangnya.

"Di Indonesia juga banyak yang sudah masuk dan sudah ada 6 yang ditinggal pemiliknya. 130 yang lain yang akhir tahun ini selesai. Merek apa kualitas apa harga berapa buatan mana. Memang tidak pada hari ini, tapi pada akhir 2022 sudah tidak kekurangan lagi. 9 yang ada di Indonesia, 2 belum masuk tapi sudah disetujui BPOM," lanjutnya.

Secara penghitungan ilmiah, kata dr Dominicus, kalau digampangkan akhir pandemi ada tiga skenario, yakni Pertama Pandemi terus menerus, seperti halnya HIV yang muncul pertama di AS pada tahun 1981 dan hingga kini masih ada. HIV tidak bisa sembuh, tapi bisa diperpanjang masa hidup penderitanya dengan obat-obatan yang ada. Kedua Pandemi berakhir tuntas. 

Yang ketiga, Pandemi menjadi endemi (akan terus ada tetapi jumlahnya tidak banyak). Dengan konsep new normal, hidup berdampingan  dan berdamai dengan virus. Walaupun dalam beberapa hal akan menyulitkan, kalau kita tidak siap dan beradaptasi menyesuaikan dengan kondisi.

“Semua akan berakhir, dan kita berharap bahwa Covid-19 juga akan segera berakhir. Tapi masyarakat mungkin beberapa ada yang abai. Mutasi tetap berlangsung, karena virus berusaha mempertahankan diri sebagai adaptasi terhadap alam. Terhadap tiga skenario ahir dari pandemi, maka yang perlu dikedepankan adalah bagaimana kita harus beradaptasi, endemi masih cukup lama. Vaksin adalah kunci, semakin banyak lapisan perlindungan, semakin sulit virus menembus,” kata Dr. Domi A

“Untuk saat ini Covid-19 masih akan berlanjut cukup lama. Gelombang datang silih berganti dan tidak mungkin menghentikan kegiatan masyarakat terlalu lama. Vaksin dan protokol kesehatan adalah kunci, jangan luparesiko penularan tidak pernah nol. Keseimbangan baru harus sudah disiapkan. Harus siap dengan pertempuran baru,dengan sains sebagai komandan,” pungkas Dr. Domi.A. (*)

Reporter : Ardini Pramitha

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.