20 April 2025

Get In Touch

Apvokasi – Apedi Jatim Berkolaborasi Menata Pertanian Jadi Sektor Yang Menjanjikan Bagi Kaum Milenial

Pertemuan Apvokasi dengan Apedi, pada Jumat (24/9 ) di Kantor Sekretariat Advokasi Jatim, Jalan Rungkut Asri 16 Surabaya.
Pertemuan Apvokasi dengan Apedi, pada Jumat (24/9 ) di Kantor Sekretariat Advokasi Jatim, Jalan Rungkut Asri 16 Surabaya.

SURABAYA (Lenteratoday) - Potensi sektor pertanian di Jawa Timur masih terbuka lebar. Produksi padi dengan surplus 2, 6 juta ton serta gula nasional dengan 45 persen dipenuhi dari Jawa Timur menunjukkan potensi besar dari Jawa Timur. Aliansi Pendidikan Vokasional (Apvokasi) Jawa Timur memandang potensi ini berpeluang untuk bisa digarap baik, yaitu dengan pemanfaatan teknologi pertanian secara optimal serta metode yang tepat guna akan mampu meningkatkan produktivitas pertanian hingga dua kali lipat atau bahkan lebih.  

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Aliansi Pendidikan Vokasional (Apvokasi) Jawa Timur, Jamhadi, usai rapat perdana dengan Asosiasi Pengusaha Desa Jatim  (Apedi), pada Jumat (24/9 ) di Kantor Sekretariat Adpokasi Jatim, Jalan Rungkut Asri 16 Surabaya.

“Dengan kolaborasi  ini, kami akan membantu petani maupun pelaku usaha pertanian untuk meningkatkan produktivitas pertanian, menata perekonomian, dan mengaplikasikan hasil riset pertanian serta meningkatkan  SDM para pelaku usaha di desa,” tuturnya.  

Membahas action plan ke depan, Jamhadi juga menyinggung soal anggaran pemerintah yang cukup besar pada sektor BUMDes dan anggaran desa yang mencapai Rp 72 trilyun, untuk UMKM anggaran dengan anggarapan sampai Rp 34 trilyun. “Besarnya anggaran ini akan lebih baik bila diimbangi dengan kinerja yang mampu meningkatkan produktivitas,” tegasnya.

Wilayah Jawa Timur diharapkan bisa menjadi role model  bagi Indonesia dengan capaian produktivitas ini. “Dalam upaya membangun role model itu juga harus disertai dengan sosialisiasi informasi positif, misalnya 10 usaha bidang wisata, 10 besar hasil pertanian terbaik. Itu semua harus selalu diumumkan,” tutur Jamhadi.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, ada beberapa pihak yang akan dilibatkan secara integrated, yaitu ABCG, yaitu akademisi, bisnis, comunity dan government /pemerintah.

Selain itu, keberadaan generasi milenial juga dalam usaha sektor pertanian ini dipandang penting karena generasi penerus inilah yang diharapkan mampu memegang sendi - sendi perekonomian bangsa, terutama sektor pertanian. Namun yang terjadi saat ini, kaum mileneal justru kurang tertarik dengan budang usaha sektor pertanian.

Sementara data terbaru terkait pelaku pertanian di Indonesia saat ini adalah 64 persennya  adalah kaum perempuan dan berusia sudah senior. Melalui kolaborasi ini, pihaknya ingin mengubah hal tersebut sedikit demi sedikit.

“Dengan sistem peningkatan produktivitas untuk wilayah pertanian dengan metode tadi, data pelaku usaha pertanian adalah perempuan di usia lanjut itu supaya diubah agar janganlah orang tua yang disuruh bertani, tetapi anak muda mileneal bertani dengan metode peningkatan produktivitas tadi, agar bisa lebih sejahtera,” ucapnya lagi.

Sementara untuk menambah ketertarikan kaum muda milenial “turun berkebun”, bisa dilakukan upaya dengan metode pertanian petak 9, yaitu dalam 1 kawasan dibuat pengecoran dari galangan, agar kaum milenial bisa membawa motor roda 3 atau mobil pick up di area pertanian, sehingga mereka tidak bosan atau gengsi jadi petani. Inilah salah satu perpaduan teknologi, sarana dan prasarana, metode, riset dibicarakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.  

Senada dengan Jamhadi, keterlibatan kaum milenial dalam bidang usaha pertanian juga dipandang penting oleh pihak Asossiasi Pengusaha Desa (Apedi) Jatim.  “Sektor pertanian perlu didukung kaum muda milenal, namun mereka juga memiliki pola pikir dan strategi maupun harapan akan masa depan. Yang perlu dilakukan saat ini adalah bagaimana sektor pertanian bisa menjawab harapan kau muda ini,” ucap Ketua Apedi Jatim, Kusfandian.

Iwan juga melihat, bahwa persepsi yang ada di masyarakat umum saat ini, menjadi petani identik dengan masa depan yang suram. Hal ini bisa menjadi kendala dari para milenial untuk diajak melihat sektor pertanian sebagai bidang usaha yang menjanjikan.

“Persepsi ini yang harus diubah dengan langkah nyata peningkatan produvititas pertanian dan peningkatan kemampuan SDM pelaku usaha sektor pertanian  dalam mengelola usaha, agar ke depan, para pelaku usaha bisa lebih sejahtera melalu usaha di desa dan para milenial mau berwirausaha di bidang pertanian karena melihat usaha sektor  pertanian juga memiliki potensi yang bagus, “ papar Iwan.

 Dirinya yakin, mengajak milenial berwirausaha bidang pertanian tanpa menata SDM dan menata langkah strategi meningkatkan produktivitas akan mustahil. Karena itu, tegasnya lagi, penataan di sektor pertanian sangat diperlukan agar sektor ini mampu memberi kesejahteraan dan  menjadi sandaran masa depan yang cerah bagi para generasi milenial.  

Langkah penataan ini, konkritnya adalah berupa program peningkatan kemampuan SDM dalam menjalankan usahanya di desa, serta pemanfaatan teknologi pertanian dan potensi yang belum tergarap. (end)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.