
SURABAYA (Lenteratoday) – Buruknya kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jatim membuat Komisi C DPRD Jatim mengambil langkah strategis. Salah satunya adalah dengan menginisasi Raperda BUMD Go IPO (Initial Public Offering).
Dengan adanya raperda tersebut, diharapkan akan mampu mendorong BUMD Jatim yang sebagian besar kinerjanya tidak optimal bahkan cenderung merugi. Ketua Komisi C DPRD Jatim, Hidayat, mengungkapkan bahwa salah satu solusinya adalah menjadikan BUMD tersebut go public dengan demikian akan mendapatkan pengawasan secara langsung dari masyarakat.
“BUMD Jatim akan dipaksa menjadi perusahaan yang lebih sehat, kredibel dan memiliki reputasi yang bagus karena masyarakat ikut mengontrol jalannya perusahaan melalui laporan Tahunan Kerja Perusahaan, kepatuhan terhadap prinsip good corporate governance (GCG) dengan sendirinya juga akan tercipta karena menjadi persyaratan untuk IPO,” tandas Hidayat, Selasa (7/9/2021).
Dia menandaskan bahwa dengan go IPO, maka Pemprov Jatim bisa menjual sebagian saham BUMD kepada masyarakat. Dengan demikian BUMD akan mendapatkan aliran dana segar untuk modal usaha mereka. Melalui keteribatan masyarakat dalam permodalan ini, dengan sedirinya masyarakat akan turut serta memberikan pengawasan pada kinerja BUMD.
Hidayat mengungkatkan, langkah strategis ini sangat penting diambil oleh Komisi C DPRD Jatim untuk membantu Pemprov Jatim dalam memecahkan kebuntuan yang ada. Yang paling penting, langkah ini menjadi solusi atas berbagai persoalan yang selama ini melilit perusahaan plat merah milik supaya berkembang sesuai dengan harapan masyarakat Jawa Timur.
Untuk diketahui, lanjut Hidayat, saat ini Pemprov Jatim memiliki 9 BUMD dan 1 Kemitraan Pusat, Propinsi dan Kota Surabaya. Kesepuluh BUMD Jatim itu meliputi, Bank BPD Jatim, BPR/UMKM Jatim, Panca Wira Usaha (PWU), Jatim Graha Utama (JGU), Petrogas Jatim Utama (PJU), Jamkrida, Askrida, Jatim Krida Utama, Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) dan PT SIER.
Sayangnya, berdasarkan evaluasi Komisi C DPRD Jatim, mayoritas perusahaan plat merah itu tak menunjukkan performa yang bagus. Bahkan diantaranya merugi dan hanya Bank Jatim saja yang mampu eksis.
Dari hasil evaluasi tersebut, diketahui bahwa diantara penyebab terpuruknya perusahaan perusahaan itu lantara buruknya tata kelola managemen perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip GCG. Kemudian juga adanya penempatan SDM mulai dari direksi dan komisaris yang tidak kompeten.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan banyaknya jabatan di jajaran direksi dan Komisaris yang kosong. “Ini salah satu bukti ketidakseriusan Pemprov dalam mengelola dan melakukan penyehatan ditubuh BUMD, sehingga berdampak besar terhadap capaian target perusahaan,” tegas Hidayat.
Faktor internal yang cukup serius tersebut, menyebabkan BUMD tersebut tak mampu menahan gelombang pandemi. Alhasil, kondisinya makin terpuruk, pencapaiannya jauh dari target dan bahkan merugi. Untuk bisa bangkit kembali, pihak direksi perusahaan perusahaan itu meminta adanya suntikan modal dari APBD, sayangnya saat APBD juga masih harus refocusing untuk menanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi masyarakat. (ufi)