
JAKARTA (Lenteratoday)- Langit malam akan dihiasi fenomena blue moon atau Bulan biru pada 22 Agustus. Apakah akan sebiru namanya? Meski blue moon sebenarnya tidak benar-benar biru, tapi tetap akan membuat pecinta astronomi terpesona.
"Asal-usul historis istilah ini sebenarnya masih simpang siur dan kebanyakan pihak menganggapnya sebagai kesalahan interpretasi," sebut peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang, dikutip dari situs LAPAN, Minggu (22/8/2021).
Pernah dengar istilah once in a blue moon? Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan peristiwa atau kejadian langka, dan hal tersebut mirip dengan Bulan purnama yang akan terjadi pada 22 Agustus nanti.
"Istilah ini sudah ada setidaknya sejak 400 tahun lalu dari penelusuran saat ini, yang mana seorang penutur cerita rakyat berkebangsaan Kanada, Dr. Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan blue moon bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi," jelas Andi.
Blue moon bulanan (monthly blue moon) dapat terjadi jika Bulan purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi. Hal ini dikarenakan rata-rata lunasi sebesar 29,53 hari, lebih pendek dibandingkan dengan 11 bulan dalam kalender Masehi.
Sedangkan blue moon musiman (seasonal blue moon) terjadi sedikit lebih jarang daripada blue moon bulanan. Dalam 1.100 tahun antara 1550 dan 2650, ada 408 blue moon musiman dan 456 blue moon bulanan. Dengan demikian, baik musiman maupun bulanan, blue moon terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun.
Adapun blue moon yang benar-benar berwarna biru dapat terjadi sangat langka dan tidak ada hubungannya dengan kalender, fase Bulan atau jatuhnya musim, melainkan akibat dari kondisi atmosfer. Abu vulkanik dan kabut asap, droplet di udara, atau jenis awan tertentu dapat menyebabkan Bulan purnama tampak kebiruan.(ist)