
JAKARTA (Lenteratoday) -Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengatakan, kondisi Indonesia berada di daerah cincin api atau ring of fire, maka bencana di Indonesia adalah sebuah keniscayaan.
Hingga pertengahan 2021 telah terjadi sebanyak 1.500 kejadian bencana. Hampir seluruhnya merupakan bencana hidrometereologi.
"Sepanjang 2020 tercatat jumlah kejadian bencana sebanyak 2.942 kejadian. Pada 2021 sampai akhir Juni telah terjadi 1.500 kejadian bencana. 99 persen adalah bencana hidrometereologi," katanya dalam Rakorbangnas BMKG 2021 pada Kamis (29/7/2021).
Kebijakan Hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh cuaca antara lain banjir, tanah longsor. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan siaga bencana, tanggap bencana, rehabilitasi, dan rekonstruksi harus menjadi perhatian, budaya, dan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
"Kita simpulkan betapa strategis dan vitalnya peranan BMKG dalam pembangunan Indonesia, khususnya pembangunan SDM Indonesia," tutur Muhadjir.
BMKG telah genap berusia 74 tahun. Sepanjang kiprahnya, BMKG telah menyediakan data dan informasi agar menjadi rujukan berbagai sektor kehidupan bangsa.
Terdapat 12 sektor yang membutuhkan data dan informasi tersebut, yakni transportasi, pembangunan infrastruktur, pertanian dan kehutanan, kelautan dan perikanan, tata ruang, kesehatan, pariwisata, pertahanan keamanan, sumber daya air, sumber daya energi dan pertambangan, industri, dan penanggulangan bencana.
Dalam lingkup internasional, sebagai anggota dari World Meteorological Organization (WMO), BMKG telah banyak mendapat kepercayaan dari WMO untuk memberikan bantuan dan dukungan penguatan kapasitas untuk lembaga meteorologi negara-negara lain, khususnya di Asia Pasifik.
Sebelumnya, di tempat yang sama, Presiden Joko Widodo mengingatkan Indonesia harus meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi dan memitigasi bencana di tengah meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Negara bahkan menyebut bahwa frekuensi, durasi, dan intensitas cuaca ekstrem dan siklon tropis juga meningkat. Periode ulang terjadinya El Nino atau La Nina, sebut Jokowi, pada 1981-2020 cenderung semakin cepat.
"Dua sampai dengan tiga tahunan dibandingkan periode 1950-1980 yang berkisar lima sampai dengan tujuh tahunan," jelasnya (Ist).