
BLITAR (Lenteratoday) - Direktur RSUD Srengat, dr Pantjarara Budiresmi tiba-tiba dikabarkan mengundurkan diri, karena alasan sakit. Setelah sebelumnya pembelian mesin PCR seharga Rp 2,3 miliar, menjadi polemik dan sorotan DPRD Kabupaten Blitar.
Ketika dikonfirmasi mengenai kabar ini, Direktur RSUD Srengat, dr Pantjarara Budiresmi membenarkan kalau dirinya akan mengundurkan diri dari kursi direktur. "Iya benar, saya memang akan mengundurkan diri dari direktur," ujar Pantjarara, Senin(14/6/2021).
Lebih lanjut dokter spesialis patologi klinis ini menjelaskan kalau pengunduran dirinya ini, karena alasan kesehatan. "Setelah tahu hasil pemeriksaan kesehatan saya pada April 2021 lalu, sudah ada niat mengundurkan diri. Agar bisa fokus pada kesehatan saya," jelasnya.
Pantjarara mengaku sudah berkoordinasi dengan Sekretaris Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan dan BKPSDM Kabupaten Blitar. Bahkan Pantjarara yang resmi dilantik sebagai Direktur RSUD Srengat pada Januari 2020 ini, mengungkapkan sudah menyampaikan pengunduran dirinya secara lisan kepada Bupati Blitar, Rini Syarifah. "Setelah saya jelaskan alasannya yaitu kesehatan, beliau tidak bisa menolak," ungkapnya.
Mengenai surat resmi pengunduran dirinya, Pantjarara mengaku sesuai petunjuk Bupati Blitar akan disampaikan mendekati adanya mutasi pengisian jabatan. "Secara lisan beliau sudah setuju, tinggal pengajuan secara tertulis saja," bebernya.
Ketika disinggung apakah pengunduran dirinya ini terkait dengan polemik pembelian mesin PCR senilai Rp 2,3 miliar, serta sorotan DPRD Kabupaten Blitar. Dengan tegas Pantjarara mengelak, karena niat mengundurkan diri jauh sebelum adanya polemik tersebut. "Bukan itu alasannya, tapi alasan kesehatan dan tidak perlu saya sebutkan saya sakit apa," elaknya.
Ditambahkan Pantjarara setelah mengundurkan dari kursi direktur RSUD Srengat yang sudah dijabat setahun lebih tersebut, berkeinginan tetap bisa bekerja sebagai tenaga fungsional. "Karena sesuai dengan bidang saya (spesialis patologi klinis), jadi kalau bisa bekerja sebagai tenaga fungsional saja," imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab Blitar ditegur oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin, karena RSUD Srengat membeli mesin PCR Cobas Z 480 merk Roche yang mahal dan reagen nya sulit serta mahal. Teguran ini disampaikan langsung pada Wabup Blitar, Rahmat Santoso ketika bertemu di Jakarta. Sehingga Wabup Rahmat minta Kejagung untuk mengusutnya, kenapa membeli mesin PCR yang mahal tapi tidak bisa maksimal digunakan melayani masyarakat. Hingga Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar melakukan sidak mesin PCR, serta membahasnya dalam rapat kerja dengan RSUD Srengat dan Dinkes Kabupaten Blitar. Hasilnya terungkap jika mesin PCR tersebut dibeli seharga Rp 2,3 miliar, dari pagu anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 2,7 miliar secara Penunjukan Langsung (PL). Karena alasan darurat, untuk memenuhi kebutuhan Swab Test PCR pada awal pandemi Covid-19.
Secara terpisah Kepala BKPSDM Kabupaten Blitar, Mashudi ketika dikonfirmasi mengenai pengunduran diri Direktur RSUD Srengat, dr Pantjarara Budiresmi membenarkan secara lisan sudah menyampaikan kepadanya. "Memang benar secara lisan sudah menyampaikan akan mengundurkan diri, tapi secara tertulis belum," kata Mashudi.
Mengenai prosedur pengunduran diri Pantjarara, harus mengajukan surat secara tertulis kepada pejabat pembina kepegawaian yaitu Bupati Blitar. "Setelah disetujui oleh Ibu Bupati Blitar, selanjutnya akan diproses sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada," pungkas Mashudi. (ais)