
LAMONGAN (Lenteratoday) –Ketua DPRD Kabupaten Lamongan, Abdul Ghofur mengkritisi kebijakan pemerintah pusat mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) pada sektor pendidikan dan kebutuhan pokok.
Menurut dia pajak yang dikenakan untuk pendidikan dan sembako itu dapat membebani masyarakat di tingkat perekonomi menengah kebawah.
"Kami mohon kebijakan itu ditinjau ulang. Apalagi digulirkan di masa pandemi dan situasi perekonomian yang sedang sulit. Daya beli masyarakat pun masih lesu saat ini," tandas Ghofur, Minggu (13/6/2021).
Berdasarkan RUU No 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), tertuang dalam pasal ke 4 bahwasanya kebutuhan pokok meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi, masuk daftar bahan yang dikenakan PPN.
Sedangkan pada sektor pendidikan, Ghofur merasa kebijakan itu kontradiktif dengan amanat yang tertuang dalam UUD 1945 mengenai cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kebijakan itu sangat kurang tepat dan kontra produktif dengan upaya pemerintah menekan ketimpangan melalui reformasi perpajakan. Padahal rakyat masih tetap butuh perhatian dan bantuan pemerintah, terutama pelaku ekonomi seperti petani dan nelayan," terang Ghofur yang juga Ketua DPC PKB Lamongan.
Pastinya, kebijakan yang diambil pemerintah pusat lewat Kemenkeu RI itu punya resiko yang tinggi, gejolak dan penolakan akan dialami masyarakat di daerah-daerah.
Oleh karenanya, Ghofur menyarankan pemerintah mencari solusi baru dalam beberapa kebijakan yang dapat berdampak negatif bagi warga secara langsung.
"Semoga muncul kebijakan yang lebih tepat, semisal meningkatkan PPN pada barang mewah, membersihkan mafia pajak dan koruptor," tutupnya (Adit).