
SURABAYA (Lenteratoday) – Komisi E DPRD Jatim mengharapkan dalam penanganan penyebaran Covid-19 di Bangkalan lebih mengedepankan pada kearifan lokal. Diantaranya dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih mengatakan bahwa yang menjadi masalah adalah respon dari masyarakat yang masih kurang kooperatif. “Harus mengunakan steakholder para tokoh masyarakat untuk memberikan penyadaran,” katanya setelah melakukan hearing dengan Satgas Covid-19, Kamis (10/6/2021).
Politisi PKB ini menandaskan tidak akan bisa terjadi perubahan secara signifikan dari perilaku masyarakat Bangkalan dan umumnya Madura. Sebab, masyarakat di sana tidak bisa didekati dengan pola seperti itu. Maka, pola yang bisa diterapkan adalah dengan memahami situasi mereka saat ini.
“Situasi mereka separti apa sekarang, oh ternyata mereka susah diswab, tidak mau dirujuk. Sekarnag bagaimana caranya trasing bisa dilakukan. Nah kedua, isolasi mandiri, mereka lebih memilih isolasi mandisi dari pada dirujuk. Sekarnag PRnya adalah mendisain isolasi mandiri yang benar dan terawasi,” tandasnya.
Dengan pola itu maka merespon sesuai dengan kearifan lokal. Untuk itu harus melibatkan relawan dalam pendekatan pada masyarakat khususnya pada tokoh masyarakat dan tokoh agama di sana. “Kita tadi sudah meminta BPBD untuk menurunkan relawan, Kadisos dan tagana juga mengawasi proses isoman yang lebih disukai oleh masyarakat Madura,’ tandasnya.
Kemudian masalah tracing, dalam hal ini bagaimana peran serta tokoh masyarakat. Terlebih lagi banyak laporan dari masyarakat bahwa banyak kegiatan keagamaan yang mengumpulkan massa. Seharusnya bisa diselesaikan dengan pendekatan pada para tokoh agamanya dan masyarakatnya. Mereka diajak komunikasi, karena sebetulnya masyarakat Madura lebih mudah diatasi lewat tokoh masyarakatnya. “Ini berarti ita harus ngomong dari hati ke hati,” tandas Hikmah.
Sementara itu, anggota komisi E DPRD Jatim, Matur Khusairi menambahkan bahwa satgas Covid-19 harus jemput bola. Dia menandaskan jemput bola ini adalah pendekatan pada tokoh agama atau para kiyai.
“Kiyai di Bangkalan yang sering mendapat undangan pengajian, ini mbokya dihentikan dulu. Kalau memang tidak bisa, ya diperketat protkesnya. Dia (tokoh agama) juga menyampaikan terkait dengan Covid, bukan hanya solawat dan pengajian saja,” tandasnya.
Dia menandaskan bahwa sampai saat ini masih sebagian kecil dari para tokoh agama yang sudah menyadari adanya Covid-19. Itu pun karena kasus membludaknya penyebaran Covid-19 di Bangkalan. Bahkan, cerita Matur, di Bangkalan, orang yang menggunakan masker malah seperti orang aneh dan menjadi pusat perhatian.
Sementara itu, Direktut RSUD Dr Soetomo Surabaya, Joni Wahyuhadi mengatakan bahwa penyebaran Covid-19 di Bangkalan dan Madura pada umumnya lebih karena kepulangan Pekerja Migran Indonesai (PMI) dari luar negeri dank arena tingginya mobilitas masyarakat saat lebaran.
“Kita tahu beberapa negara seperti Singapura, Malaysia kasusnya cukup tinggi. Sehingga kepulangan PMI ini harus mendapatkan pengawasan cukup ketat,” tandasnya.
Untuk mengatasi penyebaran Covid-19 ini diutuhkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Jadi, lanjutnya, tidak bisa dilakukan pemerintah saja tanpa dukungan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini melakukan 3 T (Tracing, Testing, dan Treatment). Sedangkan masyarakat melakukan 5 M. (ufi)