
TRENGGALEK (Lenteratoday) - Puluhan warga Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek menggelar aksi di balai desa setempat, Senin (26/4/2021). Mereka menuntut kenaikan harga tanah yang terdampak pembangunan bendungan atau Dam Bagong.
Pasalnya, warga menilai nominal ganti rugi lahan bendungan Bagong terlalu murah. Bahkan tidak bisa untuk membeli lahan maupun membuat bangunan dengan luas yang sama. Selain itu, warga juga menuntut adanya appraisal ulang. Pasalnya, hasil appraisal yang sudah ada dinilai asal-asalan dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Mukani, warga terdampak mengatakan, nilai ganti rugi lahan bendungan Bagong saat ini terlalu murah. Ia meminta agar pemerintah bisa memberikan harga yang layak. Dengan demikian proses pembangunan bendungan Bagong ini bisa segera dimulai, dan warga tidak terus terusan memikirkan nominal ganti rugi saja.
“Dari awal kami tidak mempersulit permasalahan ini. Kami hanya menginginkan nilai ganti rugi yang pantas dan wajar. Dengan begitu pembangunan Bendungan Bagong bisa segera dimulai, tidak melulu memikirkan nilai ganti rugi saja,” tegasnya.
Sementara itu, warga terdampak lainnya, Lukman Hakim, juga menerangkan ketidaklayakan ganti rugi. Pemerintah juga dianggap memberikan janji palsu. "Nilai ganti rugi yang ada saat ini tidak layak, kami meminta agar dilakuan aprraisal ulang yang sesuai dengan kondisi fisik, jumlah tegakan, dan lain sebagainya," ungkap Hakim.
Mengingat persoalan ganti rugi lahan Bendungan Bagong ini masih terganjal harga yang dinilai terlalu murah, warga juga mengajukan sejumlah tuntutan ke Pemerintah Daerah. Tuntutan itu mulai dari peningkatan harga ganti rugi hingga pemberian bantuan khusus.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Trenggalek, Ramelan, mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan audiensi dengan berbagai pihak terkait masalah tersebut. “Dari hasil audiensi antara Pemkab Trenggalek, BPN, BBWS Brantas dan juga warga terdampak Bendungan Bagong di Desa Sumurup Kecamatan Bendungan. Diketahui bahwa warga masih belum bisa menerima nominal harga yang ditentukan,” ungkap Ramelan.
Ramelan menyebut, warga terdampak mengajukan sejumlah tuntutan ke Pemerintah Daerah maupun pihak terkait. “Tuntutan yang dimaksud itu diantaranya meminta harga ganti rugi sebesar Rp 10 juta per meternya. Kemudian meminta adanya appraisal ulang hingga meminta bantuan ternak dan lain-lain,” tambahnya.
Dari sejumlah tuntutan tersebut, terdapat beberapa yang tidak bisa dipenuhi. Ramelan mengatakan, kemungkinan tuntutan yang tidak bisa dipenuhi adalah permintaan ganti rugi lahan sebesar Rp 10 juta per meternya. Karena nilai itu cukup besar.
Dia menambahkan, adapun tuntutan warga yang kemungkinan masih bisa terpenuhi yakni permintaan bantuan hewan ternak beserta kandangnya. Meski begitu, hal tersebut juga masih akan dikoordinasikan dengan OPD teknis yang membidangi.
Disisi lain, sejumlah warga yang terdampak bendungan Bagong ini juga mulai menagih janji bupati yang diucapkan saat sosialisai penetapan lokasi (Penlok), kawasan Bendungan beberapa waktu lalu. Menurut warga, Bupati pernah bilang jika harga ganti rugi lahan di Bendungan Bagong ini bisa 3 kali lipat dari ganti rugi lahan di Bendungan Tugu. (ovi)