
Surabaya – Komisi E DPRD Jatim meminta keterlibatan perusahaan-perusahaanatau Bank yang ada di daerah untuk menyalurkan Corporate Social Responsibility(CSR) mereka ke dunia pendidikan. Pasalnya, Dana BOS Reguler dan dana BOPP(Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan) yang dikucurkan pemerintah dinilaitidak mencukupi.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi mengatakan, danaBOS regular dan BOPP jika digabungkan total nilainya hanya Rp 2 rupiah persiswa pertahun. Sedangkan kebutuhan pendidikan siswa diperkirakan mencapai Rp 4juta persiswa pertahun. Dengan demikian masih ada kekurangan dana pendidikan.
“jika digabungkan hanya mencapai Rp 2 juta per siswa. Disisilain menurut keterangan beberapa kepala sekolah saat komisi E DPRD Jatim rapat di Mojokerto idealnya penyelenggarapendidikan per siswa Rp 4 juta,”jelaspolitisi asal PBB (Partai Bulan Bintang) ini.
Sokongan dana CSR dari perusahaan dan bank tidak hanyamembantu danaan pendidikan saja, namun juga mampu meminimalisir pungutan liar disekolah-sekolah. Sebab penyaluran CRS ini sangat diperlukan khususnya untuk menutupikekurangan biaya pendidikan. Dengan demikian tidak akan ada pungli, karenabiaya pendidikan sudah terpenuhi.
“Bukan kemudian menutup kekurangan biaya pendidikan dengan pungli.Saya berharap pemerintah mengkaji bersama, memutuskan besaran untuk pelaksanaanpendidikan di setiap sekolah di Jatim,”jelasnya.
Tak hanya itu, sambung Mathur, pihaknya berharap agar pihaksekolah transparan dalam melakukan pengelolaan biaya operasional pendidikan disekolah. “Perlu ada transparansi pihak sekolah untuk apa saja dana disekolah,”tandasnya.
Terkait dengan pungli, Mathur mengaku dapat pengaduan darimasyarakat bahwa di salah satu SMA di Jawa Timur melakukan pungutan . Padahal,pemerintah sudah berkomitmen pendidikan tingkat SMA dan SMK gratis semua.
Pria yang juga anggota asal Fraksi Keadilan Bintang NuraniDPRD Jatim ini mengatakan pungli tersebut dikemas dalam bentuk sumbangan yangdiperhalus dengan modus membutuhkan biaya untuk operasional di sekolah. (ufi)