
MALANG (Lenteratoday) - Penetapan peraturan pemerintah No.56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik oleh Joko Widodo, menuai kontroversi. Pasalnya Peraturan ini tak begitu jelas bagaimana regulasi, penerapan pembayaran royalti untuk musisi yang digunakan lagunya.
Poin yang menjadi highlights adalah siapapun pengguna lagu, baik musisi jalanan maupun penyanyi cafe, lingkup hotel atau event musik kecil dalam bentuk layanan publik, harus membayar royalti pada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LKMN).
Melihat hal tersebut Vigil Kristologus, salah satu gawang band Kos Atos menjelaskan, bahwa Peraturan Pemerintah ini tak jauh berbeda dengan UU Permusikan. "Kalau saya secara pribadi, melihat UU Permusikan lalu, ini kok rasanya hampir sama," kata Vigil.
Menurutnya penerapan PP 56/2021 ini hanya bisa berlaku pada musik mainstream yang beredar di kalangan muda/i saja. "Sekarang kalau misal betul diterapkan, saya rasa ya, tempat hiburan seperti cafe-cafe akan membayar lagu-lagu yang pasti (populer) saja," tambahnya saat diwawancara pada Kamis, (8/4/2021).
Meskipun begitu, Vigil mengaku musisi juga perlu dikenal terlebih dahulu, menjajakan lagu/musik tidak harus money oriented melulu. "Seniman kan butuh apresiasi, butuh tumbuh kembang," tutur personil band pop keroncong asal Malang itu.
Peraturan Pemerintah ada baiknya jika dibarengi dengan dukungan yang memadai bagi musisi lokal. Vigil mantap bahwa band lokal juga bisa menasional.
Kos Atos contohnya, band asal Malang ini sudah keluarkan 3 Album dan 3 Single sejak 2014. (ree)