
JEMBER (Lenteratoday)- Masyarakat Indonesia mungkin sudah biasa dengan filosofi kopi dengan berbagai perniknya saat menyeduh hingga menyeruputnya. Namun soal Soto, mungkin belum banyak yang tahu jika setiap tanggal 20 Februari diperingati di Indonesia sebagai Hari Soto Nasional. Apa istimewanya Soto ?
Menurut Peneliti gastrodiplomasi dari Pusat Kajian Gastrodiplomasi di Center for Research in Social Sciences and Humanities (C-RiSSH) Universitas Jember, Agus Trihartono, Ph.D., ternyata Indonesia memiliki lebih dari 70 ragam soto, dari Sabang hingga Merauke, dan tiap soto memiliki ciri khasnya masing-masing. Uniknya, soto juga makanan yang relatif bisa diterima oleh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang budaya.
“Jadi, soto mencerminkan keberagaman Indonesia. Jika ada motto Unity in Diversity yang mirip artinya dengan motto Bhinneka Tunggal Ika, maka tak heran jika lantas muncul istilah Unity in Diversoto untuk menggambarkan keberanekaragaman soto Indonesia. Keunikan soto Indonesia yang beraneka ragam bisa menjadi potensi gastrodiplomasi Indonesia di tingkat dunia. Jika sushi lekat dengan Jepang, pizza identik dengan Italia, kimchi diperjuangkan oleh Korea Selatan dan tom yam produk Thailand, maka soto adalah Indonesia,” terang Agus Trihartono, Jumat (26/2/2021).
Untuk mempopulerkan soto sebagai andalan gastrodiplomasi Indonesia, maka perlu market intellegence agar soto bisa diterima di mana pun di dunia. Misalnya saja soto atau cotto Makassar yang banyak mengandung rempah bisa dipopulerkan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika, sementara soto bening khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang bercita rasa ringan cocok bagi warga Eropa.
Kegiatan market intellegence ini bisa dilakukan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai salah satu ujung tombak diplomasi dan promosi Indonesia di tingkat dunia.
“Kita bisa mencontoh bagaimana negara Gajah Putih mempopulerkan tom yam di pentas dunia internasional. Sebenarnya tom yam di Thailand hampir mirip soto di Indonesia, dimana tiap daerah punya ciri khas tom yam masing-masing. Maka promosi tom yam disesuaikan dengan audience yang dituju, tom yam dari Thailand selatan yang berbumbu kari dipromosikan ke negara-negara Asia, sementara tom yam dari Thailand Utara lebih disuka di negara-negara barat. Sebenarnya dari sisi keanekaragaman maka soto Indonesia lebih unggul karena macamnya mencapai 70 jenis lebih,” ungkap dosen Program Studi Hubungan Internasional ini.

Lulusan Ritsumeikan University, Jepang, ini lantas menambahkan, makanan sebagai elemen gastrodiplomasi menjadi kekuatan diplomasi yang tidak bisa diremehkan. Pasalnya makanan minim unsur politik sehingga relatif bisa diterima oleh semua orang dari berbagai latar belakang budaya.
Makanan juga sudah lama dikenal sebagai kelengkapan pertemuan dan berbagai upacara baik formal maupun non formal. Oleh karena itu gastrodiplomasi adalah diplomasi yang membumi yang penting dilaksanakan.
“Oleh karena itu tidak heran jika Presiden Soekarno memerintahkan penyusunan buku resep makanan Mustikarasa yang berisi resep-resep masakan khas Indonesia, sementara Presiden Jokowi konsisten menyajikan masakan khas Indonesia dalam setiap jamuan kenegaraan,” pungkas Agus Trihartono. (mok)