20 April 2025

Get In Touch

Menanti Keajaiban Hilangnya Covid-19 di Bulan Suci

Ilustrasi jemaah sholat di masa pandemi. (Foto: Antara)
Ilustrasi jemaah sholat di masa pandemi. (Foto: Antara)

MALANG (Lenteratoday) - Sudah hampir setahun pandemi Covid-19 telah melanda tanah air. Berbagai formula himbauan untuk meredam wabah sudah di lakukan oleh pemerintah.

Mulai dari Pemberlakukan Sosial Skala Besar (PSBB), himbauan Sosial Distancing, memakai masker, mencuci tangan, hingga yang terbaru modifikasi dari PSBB, Pemberlakuan Penerapan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid 1 dan 2 dan PPKM Mikro jilid 3.

Seharusnya harapan masyarakatnya dengan adanya berbagai macam formula seperti itu bisa meredam atau alih-alih bisa menghilangkan si-covid. Tapi sayang harapan itu dipatahkan oleh masyarakat sendiri yang kadang enggan menerapkan protokol kesehatan dengan dalih bosen di rumah, tidak percaya corona, hingga teori konspirasi.

Masih ingat betul situasi bulan suci yang sunyi, akibat angka kasus positif yang tak kunjung henti. Akses keluar masuk dibatasi, jumlah kunjungan keluarga-pun, masih bisa dihitung dengan jari. Akan kah situasi ini masih dialami di bulan suci esok?

Pengamat politik Universitas Brawijaya Nuruddin Hady menyebut jika bulan Ramadan menjadi bulan yang paling dinanti-nanti oleh mayoritas masyarakat di seluruh Indonesia. Namun melihat tren pandemi yang masih biasa-biasa saja, tetap ada penambahan kasus, membuat masyarakat harap-harap cemas.

Tentunya sebagai manusia pada umumnya ia juga berharap PPKM Mikro ini berjalan dengan maksimal. Sehingga apabila PPKM skala mikro ini berhasil dilakukan, maka juga akan berdampak pada kestabilan perekonomian saat Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

“Sebetulnya ini kan kebijakan yang akan diterapkan tanggal 9 – 22 Februari 2021 itu harapannya ketika kita sudah masuk bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri itu sudah kembali normal," urainya.

Menurutnya PPKM skala mikro ini zonasi pengendalian wilayah hingga tingkat RT. Salah satunya disitu ada skenario pembatasan keluar masuk RT dan seterusnya. karena yg paling paham kondisi wilayah adalah RT/RW.

"Sebelumnya pembentukan kampung tangguh di beberapa RW sudah dilakukan untuk penanganan penyebaran Covid-19. Maka dengan adanya PPKM skala mikro ini kampung-kampung tangguh tersebut dapat dioptimalkan," ujarnya.

Terpisah, Ageng Wijayakusuma selaku Koordinator Kelurahan Tangguh Purwantoro, Kota Malang mengatakan akan membentuk kampung tangguh di setiap RW untuk mendukung program PPKM skala mikro ini.

“Jadi strateginya nanti setiap RW kita bentuk kampung tangguh yang akan didampingi kelurahan tangguh. Kalo di Kelurahan Purwantoro sudah ada 3 yang berjalan yaitu RW 5, RW 6, dan RW 9. Kemudian RW 23 akan menyusul secepatnya. Total keseluruhan ada 24 RW yang terbesar di Kelurahan Purwantoro. Rencananya semua RW di kelurahan tersebut akan dijadikan kampung tangguh,” paparnya.

Pihaknya berharap agar nantinya dapat diwajibkan untuk setiap kampung agar tidak pernah meninggalkan masker. Selain itu tempat cuci tangan bisa diperbanyak agar nantinya masyarakat bisa sadar bahwa masker dan cuci tangan merupakan suatu kebutuhan wajib.

Selain itu, beberapa karyawan puskesmas juga menjadi anggota kelurahan tangguh dan juga menjadi penasehat seksi kesahatan untuk kampung-kampung tangguh yang bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan pengontrolan. (Sur)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.