20 April 2025

Get In Touch

Hutan Gundul TNMB Picu Banjir Tahunan di Tiga Desa Tempurejo

Hutan Gundul TNMB Picu Banjir Tahunan di Tiga Desa Tempurejo

JEMBER (Lenteratoday) -Penyebab banjir bandang yang terjadi tiap tahun pada tiga desa di Kecamatan Tempurejo yakni Wonoasri, Curahnongko dan Andongrejo akhirnya terkuak. Penyebab banjir diduga kuat karena rusaknya ekosistem tanaman hutan alias hutan gundul di kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Untuk itu kini terus dilakukan reboisasi.

Maman Surahman, S.Hut., M.Si. Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) mengatakan, pihaknya melakukan reboisasi dengan tujuan ekologi dan ekonomi. Tujuan akhirnya untuk melestarikan hutan sebagai penyangga.

Menanggapi persoalan banjir yang terjadi di lereng Meru Beriti dirinya membenarkan bahwa hutan sebagai penyangga atau penahan air saat musim hujan sekarang tidak terjadi run off untuk menekan banjir. “Dibeberapa tempat terutama di tiga desa yaitu Wonoasri, Curah Nongko dan Andungrejo ini merupakan wilayah yang penutupan lahannya mulai berkurang sehingga kami berupaya memulihkan ekosistem,” terang Maman Surahman, Sabtu (6/1/2021).

Dia menambahkan sejak tahun 2017 lalu telah diupayakan bagaimana hutan tetap sebagai penyangga penahan air dan hal itu sudah dimulai.

Sementara Dr. Luh Putu Suciati, S.P., M.P. yang juga dosen Fakultas Pertanian Universitas Jember yang turut dalam acara Reboisasi lahan Taman Nasional Meru Betiri mengatakan, tutupan lahan yang ada di Taman Nasional Meru Betiri sudah berkurang. Secara umum dirinya mengungkapkan bahwa desa Wonoasri, Curah Nongko dan Andungrejo ini termasuk DAS Mayang.

"DAS Mayang itu merupakan wilayahnya Meru Betiri, dari sekian banyak lahan Taman Nasional, luas lahan kritisnya sekitar 2.700 hektar dan yang sering terjadi adalah pembalakan liar oleh pihak-pihak luar sehingga itulah yang mengakibatkan terjadinya banjir,” terang Luh Putu.

Dia juga mengatakan, sebenarnya ditiga desa penyangga tersebut sudah dibuatkan tanggul oleh pemerintah. Selain itu masyarakat di tiga desa penyangga tersebut telah membuat desa Tangguh Bencana yang masyarakatnya telah siap dengan bencana dan banjir. “Karena curah hujan yang tinggi, mengakibatkan tutupan lahan di atas tidak bisa mengimbangi curah hujan yang cukup tinggi. Jadi memang Wonoasri tiap tahun selalu banjir,” ungkapnya.

Dia juga mejelaskan, secara tipologi wilayah Wonoasri seperti mangkok, jika curah hujan tinggi akan menggenang di Wonoasri.
Hal yang mestinya dilakukan adalah memperbaiki drainase, yaitu drainase yang mengalir ke muara.

"Jadi di Bandealit itu merupakan hilirnya dan wonoasri terletak dibagian tengah. Hulunya ada di Gunung Meru sana, Gunung Meru sudah mulai gundul, masyarakat banyak yang menebang pohon mereka banyak menanam tanaman pangan seperti padi dan jagung. Itukan kurang kuat akarnya,” ujarnya.

Sebelumnya, hujan deras yang bisa dikatakan tiap hari turun di Kabupaten Jember mengakibatkan air sungai di DAS Bedadung dan DAS Mayang meluap mengakibatkan sejumlah wilayah teredam banjir yang cukup besar hingga masuk ke pemukiman warga di tiga desa di Kecamatan Tempurejo.

Pihak Universitas Jember menggandeng Forpimda Jember untuk melakukam reboisasi di kawasan TNMB sebagai langkah pencegahan banjir dalam jangka panjang. (mok)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.