19 April 2025

Get In Touch

Peternak Kediri Manfaatkan Limbah Kotoran Sapi Jadi Energi Alternatif

Peternak Kediri Manfaatkan Limbah Kotoran Sapi Jadi Energi Alternatif

Kediri- Warga Desa Kanyoran, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, jeli memanfaatkan limbah kotoran sapi yang melimpah di lingkungan desa. Mereka mulai mengembangkan energi alternatif dari kotoran sapi. Limbah lethong diubah menjadi biogas untuk memasak serta lampu penerangan.

Di Desa Kanyoran ada 300 orang peternak sapi, dengan estimasi populasi sapi mencapai 900 ekor. Berdasarkan hasil komunikasi dengan kelompok tani setempat, ada 20-24 peternak yang mengambil program instalasi biogas tersebut. Saat ini, Yayasan Rumah Energy (YRE) bareng SuaR Indonesia tengan melatih warga setempat menjadi tukang instalasi melalui pelatihan supervisi dan tukang biogas Rumah (BIRU) Type Fixed Done.

Untuk mendapatkan istalasi biogas dengan volume 6 kubik, peternak harus merogoh kocek hingga Rp 11 juta. Namun, karena mendapat subsisi senilai Rp 3 juta, maka peternak cukup mengeluarkan investasi Rp 8 juta. Dari nilai investasi tersebut, mereka akan mendapatkan manfaat gas secara gratis dan pupuk organik (bio slurury) siap pakai.

Sementara itu, peternak akan menemui titik kembali modal atau break event point (BEP) selama tiga tahun.

Ibu Siti, salah satu warga Dusun Karanglo yang mengambil program instalasi Biogas Rumah (BIRU) yang diselenggarakan Yayasan Rumah Energi (YRE) dan Perkumpulan ‘SuaR Indonesia’ Kediri, mengaku mendapatkan manfaat energi dari kotoran sapi itu untuk kebutuhan sehari-hari.

Siti mengaku, sudah dua tahun berternak sapi. Ada tiga ekor sapi pedagang yang dikembangbiakkan secara konvensional untuk diperoleh anakannya. Bila sebelumnya limbah kotoran sapi dibuang sembarangan, kini langsung dialirkan ke bak instalasi biogas.

“Selama ini pembuangan limbah dari kotoran sapi saya buang begitu saja. Karena rumah saya berada di daerah miring, sering kali kotoran sapi merusak tanaman milik tetangga. Akhirnya saya memilih program biogas ini,” ujar Siti.

Mayoritas masyarakat Dusun Karanglo bekerja sebagai petani dan beternak sapi seperti keluarga Siti. Rumput hijau dan dedaunan yang melimpah di daerah pegunungan itu menjadi faktor pendorong masyarakat mengembakbiakkan sapi.

Direktur SuaR Indonesia, Sanusi mengatakan, ada dua poin yang dapat dipetik oleh masyarakat apabila mengikuti program tersebut. Pertama, warga dapat mengolah limbah kotoran sapi yang ramah lingkungan. Kedua, mereka dapat memetik hasilnya melalui energi alternatif untuk kebutuhan sehari-hari yaitu, biogas. Bahkan, bonusnya berupa pupuk organik bio slurury yang bernilai ekonomis.

Biogas sendiri merupakan teknologi tepat guna (TTG) yang sebenarnya kalau dikembangkan bisa menjadi indikator inovasi desa. Sehingga melalui otonomi baik pada tingkat regulasi maupun skema dukungan pendanaannya, desa sudah seharusnya mulai melihat potensi biogas ini.

“Biogasnya sendiri dipakai untuk lampu penerangan dan memasak. Kalau misalnya keterlambatan gas 3 kilogram (kg), dengan harga kecenderungan mahal, maka biogas menjadi solusi. Kemudian untuk pupuk slururynya bisa dipakai menyuburkan tanah. Kita ketahui bahwa di daerah ini penghasil durian yang terkenal. Dengan pemberian pupuk organik, tentu hasilnya jauh lebih baik lagi,” kata Sanusi.

Perlu diketahui, Program BIRU mulai masuk pada akhir 2009 lalu. Program tersebut awalnya diinisasi oleh sebuah LSM dari Belanda. Kemudian, pada 2012 berubah nama menjadi YRE. Program ini berbasis manegement kotoran ternak, yang menjadi perubahan iklim (perubahan ozone) dengan berusaha mengurangi emisi karbon. (gos/adv)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.