17 April 2025

Get In Touch

Belajar di Rumah Buat Anak Alami Depresi hingga Bunuh Diri, Benarkah?

Belajar di Rumah Buat Anak Alami Depresi hingga Bunuh Diri, Benarkah?

Surabaya-Pandemi Covid-19 tak kunjung reda. Dampaknya banyak sektor yang terhambat akibat virus yang mewabah dari Wuhan, China ini. Salah satunya membuat banyak sekolah di dunia harus diliburkan dan diganti dengan pembelajaran secara daring.

Kini sehari-hari para siswa terpaksa diharuskan mengikuti anjuran itu demi keselamatan mereka sendiri. Tak ada aktivitas kegiatan belajar mengajar dan tatap muka bersama teman. Yang ada hanya layar monitor digital yang setia menemani masa belajar anak-anak.

Dilansir dari CNN, kondisi tersebut ternyata membuat tingkat depresi mengalami peningkatan. Hal ini diungkapkan oleh sebuah penelitian yang dipublikasikan di JAMA Network Open.

Studi tersebut membandingkan laporan dari kesehatan mental pada bulan November (sebelum pandemi dimulai) dengan pertengahan Mei, (dua minggu semenjak semester musim semi dibuka kembali).

Peneliti dari Anhui Medical University memperoleh hasil dari 1.241 siswa yang berada di kelas 4 hingga 8, dan di sekolah menengah pertama. Anak-anak ini tinggal di Chizhou, Provinsi Anhui, daerah yang tidak memiliki kasus Covid-19 dalam jumlah banyak.

Hasilnya, 25 persen siswa dilaporkan mengalami gejala depresi pada Mei dibandingkan dengan hanya 19 persen pada November lalu. Upaya bunuh diri meningkat lebih dari dua kali menjadi 6,4 persen pada Mei dibanding 3 persen pada November silam.

Tidak ada peningkatan serupa yang terlihat pada laporan anak-anak yang dilaporkan merasakan peningkatan kecemasan. Para peneliti berharap para pemimpin sekolah akan menggunakan penelitian ini untuk mempersiapkan pelayanan kesehatan mental yang dibutuhkan untuk membantu anak-anak ketika kembali ke sekolah setelah lockdown.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang menemukan bahwa isolasi dapat menyebabkan tantangan kesehatan mental untuk anak-anak. American Academy of Pediatrics telah menyarankan agar anak-anak bisa kembali menjalani sekolah tatap muka di kelas dibanding melanjutkan pembelajaran daring.

Kelompok yang mewakili dan membimbing dokter anak di seluruh negeri itu memperbarui rekomendasi kembali ke sekolah pada Juni. Mereka mengatakan bukti menunjukkan manfaat akademis, mental, dan fisik dari pembelajaran tatap muka lebih besar daripada risiko virus corona sendiri.

"AAP sangat menganjurkan bahwa semua pertimbangan kebijakan untuk tahun ajaran mendatang harus dimulai dengan tujuan agar siswa hadir secara fisik di sekolah. Pentingnya pembelajaran tatap muka didokumentasikan dengan baik, dan sudah ada bukti dampak negatif pada anak-anak karena penutupan sekolah pada musim semi tahun 2020," jelas kelompok tersebut dalam situsnya.

Mereka juga mengatakan jika lama tidak bersekolah dan gangguan terkait layanan pendukung sering mengakibatkan isolasi sosial, membuat sekolah sulit untuk mengidentifikasi dan mengatasi kekurangan pembelajaran.
Selain itu dikhawatirkan juga adanya pelecehan fisik atau seksual pada anak remaja, penggunaan narkoba, depresi, dan keinginan untuk bunuh diri. (Sur/Ist)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.