21 April 2025

Get In Touch

Jakob Oetama: Berdiri antara Bijaksana dan Bijaksini

Pameran koleksi Jakob Oetama di Gedung Kompas Jl. Palmerah Jakarta (2 Oktober 2015) menyambut usia Pak Jakob ke-84 tahun (DokPri)
Pameran koleksi Jakob Oetama di Gedung Kompas Jl. Palmerah Jakarta (2 Oktober 2015) menyambut usia Pak Jakob ke-84 tahun (DokPri)

"Pak Jakob selamat, ya. Semoga sehat selalu 27-9-2014. Ini kepala ikan saos tomat tanpa santan & cabe"

Tertanda: H. Tahar

Tulisan di atas secarik kertas bloknote itu adalah ucapan selamat ulang tahun dari Pemimpin Umum Harian Pos Kota, H. Tahar. Ditujukan kepada sahabatnya, Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama yang tengah merayakan ulang tahun ke-83 (Sabtu 27/9/2014).

Bersama dengan ucapan tertulis H.Tahar mengirim hadiah: masakan kepala ikan. Racikan RM Pagi Sore diJl. Krekot Bunder -Pasar Baru, Jakarta.

Pukul 09.30 WIB kiriman tersebut meluncurmelalui jasa kurir ojek ke rumah Jakob Oetama di Jl. Sriwijaya -Kebayoran. Tukangojek berkumis sehari-hari mangkal di antara puluhan bemo roda tiga.

Begitulah salah satu gaya uniksilaturahim para "manusia setengah dewa" alias owner surat kabarbeken di jagad Indonesia. Mereka, para jurnalis senior punya hubungan erat,saling berkunjung dan mengunjungi. 

Meskipun tidak harus seringkaliberjumpa, namun ada banyak macam agenda menjalin hubungan baik. Satu sama lainpunya cara tersendiri mengikat persahabatan.

Jakob Oetama setiap pulang dari luarnegeri selalu membawakan cerutu terbaik untuk dihadiahkan kepada H. Tahar danH. Harmoko. Bagi Jakob Oetama dua nama tersebut tidak asing.

H. Tahar berkawan dengan Jakob Oetamasejak sama-sama aktif menjadi "Seniman Senen". Sedangkan Jakob Oetamadan Harmoko memang seiring sejalan di kepengurusan Persatuan WartawanIndonesia.

Bahkan Jakob Oetama dan Harmokobersama dengan Jusuf Wanandi, Muhammad Chudori, Eric Samola, Fikri Jufri,Goenawan Mohamad, H. G. Rorimpandey, inisiator berdirinya Jakarta Post, hariannasional Indonesia berbahasa Inggris.

Jakob Oetama lahir di Borobudur,Magelang, 27 September 1931. Pada tahun 1963 mendirikan surat kabar Kompas bersamarekannya PK Ojong (wafat 1980) merupakan Presiden Direktur Kompas Gramedia, danPembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia.

Sedangkan Harmoko dan H. Tahar bersamapara mitranya (Jahja Surjawinata, S. Abiyasa, dan Pansa Tampubolon) tahun 1970mendirikan Harian Pos Kota Jakarta. H. Tahar lebih banyak di dalammengurusi bisnis di Pos Kota Grup, sedangkan Harmoko menyukai urusan di luarPos Kota, sehingga sempat menjadi Menteri Penerangan selama 3 periode(1983-1998).

Hubungan antara Jakob Oetama denganHarmoko dan H. Tahar cukup erat. Dalam beberapa kesempatan mereka salingbertemu di "Resto Pulau Dua" -Komplek Taman Ria Senayan, tidak jauhdari Gedung DPR/MPR Jakarta.

Kedekatan mereka semakin nyata manakalapada tahun 1989 dua grup media tersebut menjalin kongsi menerbitkan surat kabardi Surabaya, namanya: Harian Surya.

'Bijaksini'

Sebagai PresidenDirektur Jakob Oetama sangat perhatian terhadap semua unit usaha, termasuksurat kabar di daerah yang menginduk ke Kompas Gramedia. Selain bijaksana,beliau juga sangat "bijaksini". Hal itu sangat dirasakan oleh DwiantoSetyawan, mantan Direktur Eksekutif Harian Surya era tahun 2000-2003.

Sebagaimana biasanya setiap tahunsemua unit di lingkungan Kompas Gramedia harus memberikan gambaran usahanyamenyongsong kegiatan di tahun mendatang.

Dalam presentasi selalu dihadiri olehseluruh pemegang kepentingan yang berada di kantor pusat Jakarta, dan tidakjarang terjadi adu argumentasi. Bahkan kemudian sampai muncul istilah"rapor merah" dan "rapor biru". Jika berada di zona biru,usahanya boleh dilanjutkan, sementara apabila rapornya merah siap-siapdilikuidasi alias ditutup.

Presentasi Dwianto Setyawan cenderungmenuju zona merah. "Saya sangat grogi. Bukan karena kami ini bodoh, tetapisituasi dan kondisi persaingan sedang jatuh-bangun" kata Dwianto secarajujur di tengah-tengah rapat.

Semua peserta berdiskusi menentukannasib Harian Surya. Di tengah kegentingan Jakob Oetama memecah suasana,"Oke, Mas Dwi. Jangan ragu, naikkan sedikit saja. Anda memang sudah kerjakeras. Iya, kan...?"

Ketika mengucapkan kata-kata"naikkan sedikit saja" dan "iya kan" itu kepala  JakobOetama menoleh ke arah peserta rapat, bukan kepada Dwianto Setyawan. Dengankata lain, Jakob Oetama ingin menegaskan kepada para pemegang kepentingan diJakarta, bahwa usaha Harian Surya harus diberi suport (baca:didukung).

"Pak Jakob selain bijaksana, jugabijaksini," tutur Dwianto Setyawan melalui telepon ketika mengenang peristiwaitu.

'Bijaksana' artinya selalu memahamikepentingan para pemegang modal. 'Bijaksini' maksudnya mengerti situasi dankondisi di daerah dengan tetap melindungi aset-asetnya.

Bagi Jakob karyawan adalah manusiayang harus dikembangkan dan dioptimalkan serta dihormati. Falsafahnya humanisme transendental atau kemanusiaan beriman menjadi nyawa manajemendan pendirian, serta sikap Jakob Oetama sebagai manusia, pengusaha, guru, dananggota masyarakat.

Sebagaimana diketahui, sebelum terjunmenekuni dunia jurnalistik, tahun 1952 Jakob pernah menjadi guru SMP Mardiyuanadi Cipanas dan guru SMP Van Lith di Jakarta.

Pak JO, demikian panggilan akrab rekansejawatnya, selalu menunjukkan dedikasinya. Rutinitas datang ke kantor di Jl.Palmerah Selatan, Jakarta pada pukul 07.00 WIB tetap terjaga, meskipun tidaklagi sehari penuh.

Tokoh pers nasional sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama itu mengembuskan napas terakhirnya pada Rabu (9/9/2020) di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta. Kepergiannya menjadi kehilangan besar bagi keluarga pers Indonesia.

Selamat jalan, Pak JO...! (Arifin BH).

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.