TIGA pekan setelah banjir bandang dan tanah longsor melanda Aceh, warga mengibarkan bendera putih di sepanjang jalan lintas Sumatera. Bendera itu dipasang di kayu yang ditancapkan di jalan penghubung Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kota Langsa. Kibaran bendera putih yang muncul inipun menyisakan tanda tanya panjang. Simbol yang kerap dimaknai sebagai isyarat keletihan, peringatan, atau permintaan pertolongan itu muncul di tengah situasi sosial-ekonomi yang masih menekan sebagian warga akibat bencana yang menerjang. Data per 16 Desember 2025, total korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan longsor di 3 provinsi di Pulau Sumatera sebanyak 1.053 jiwa. Angkanya terus bertambah, mengingat jumlah korban hilang masih sebanyak 200 orang. Terkait bendera putih, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem mengaku tidak mengetahui maksud maupun latar belakang aksi pengibaran bendera putih tersebut. Ia menyebut belum pernah menerima laporan resmi terkait fenomena yang ramai diperbincangkan itu. Sikap serupa juga ditunjukkan pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri enggan mengomentari lebih jauh, memilih menahan pernyataan di tengah berkembangnya spekulasi publik. Di sisi lain, kabar mengenai adanya permintaan bantuan yang ditujukan kepada dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi buah bibir. Sebab, Presiden Prabowo Subianto denga tegas mengatakan pemerintah Indonesia mampu mengatasinya sendiri. Sehingga masih menutup pintu untuk uluran tangan negara lain. Gubernur Mualem juga kembi mengaku tidak mengetahui terkait surat permintaan bantuan penanganan bencana Aceh kepadaUnited Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children's Fund (UNICEF). Di antara klaim ketidaktahuan pemerintah daerah, sikap diam pemerintah pusat, dan munculnya jalur komunikasi ke lembaga internasional, kibaran bendera putih di Aceh seolah menjelma pesan sunyi, hadir, terlihat, tetapi belum terjawab. BACA BERITA LENGKAP, KLIK DISINI https://lentera.co/upload/Epaper/17122025.pdf



.jpg)
.jpg)

.jpg)
