SURABAYA ( LENTERA ) - Sebelum kembali booming, teknologi kacamata pintar pernah ramai dibincangkan pada 2013-2014 karena debut Google Glass. Namun, persoalan harga dan manfaat membuat produk berteknologi realitas berimbuh (AR) itu kurang laku di pasaran. Fiturnya juga terbatas sehingga terkesan sebagai alat uji coba. Pamor perangkat yang masuk kategori aksesoris elektronik ini akhirnya “mati suri” selama bertahun-tahun.
Kemudian, Meta menarik perhatian lewat Ray-Ban, kacamata pintar berlayar monokular yang bisa dipakai untuk menulis WhatsApp, memutar musik, hingga melihat peta.
Persaingan akan semakin ketat mengingat para raksasa teknologi juga sedang merancang kacamata pintar masing-masing. Meski pamor Apple Vision Pro tak semegah promosinya, Apple tetap menyiapkan kacamata berteknologi AR yang siap diisi fitur iPhone. Samsung juga memiliki proyek Galaxy Glasses yang digadang-gadang debut pada 2026.
Mengutip ulasan Gizmochina, setiap perusahaan biasanya akan memiliki visi berbeda soal perangkat tersebut. Ada produsen yang ingin menonjolkan fitur AI, ada yang ingin menciptakan kamera mini lewat kacamata, ada juga yang ingin menjadikannya sebuah headphone multiguna. Lantas, bagaimana cara pengguna memilih produk kacamata pintar agar sesuai dengan kebutuhan?
Pastikan Kebutuhan Sebelum Membeli
Sebelum membandingkan spesifikasi, pengguna harus mengenali kategori kacamata pintar. Produk kacamata pintar bisa saja hanya mengandalkan audio pada speaker di tangkainya. Kategori ini umumnya dipakai untuk mendengar musik dan menerima telepon, tanpa layar dan kamera. Sederhana, namun punya daya tahan tinggi.
Teknologi Ray-Ban buatan Meta termasuk kacamata yang menonjolkan kamera kecil untuk memotret, merekam video, atau menyiarkan langsung. Fitur ini biasanya mendukung perintah suara dan memakai speaker terbuka (open-ear speaker).
Kategori yang belakangan dianggap paling mendekati “kacamata pintar sejati” adalah yang dilengkapi layar. Perangkat itu didukung proyektor mini atau layar microOLED untuk menampilkan notifikasi, petunjuk navigasi, atau informasi ringan langsung di bidang pandangmu. Teknologi ini paling canggih, namun biasanya kapasitas baterainya paling kecil.
Periksa Desain dan Rasa Pakainya
Desain adalah kunci kacamata pintar masa kini. Generasi awal produk ini cenderung besar dan aneh, tetapi kini tampilannya jauh lebih ramping. Bahkan bisa memakai lensa polarizing dan bingkai yang modis. Untuk poin ini, pengguna harus memperhatikan bobot, Jika beratnya lebih dari 50–55 gram, teknologi ini akan terasa berat di hidung dan telinga setelah satu jam. Model dengan layar biasanya lebih berat.
Kacamata pintar harus terasa seperti kacamata biasa. Tangkai terlalu tebal, bingkai terlalu ketat, atau distribusi berat yang tidak seimbang bisa membuatnya cepat melelahkan. Kacamata pintar yang bagus juga umumnya mendukung lensa optik sesuai kebutuhan mata penggunanya.
Cek Spesfikasi Teknologi
Dengan semua fitur canggih, kacamata pintar terbaik saat ini masih kesulitan bertahan seharian. Model denggan kamera dan layar umumnya lebih boros. Ketika membeli, pengguna harus memilih produk yang bisa menyala lama berdasarkan keperluan penggunaan.
Bila kacamata pintar punya kamera, pengguna tak bisa berharap kualitasnya setara ponsel. Namun, konsumen bisa memilih yang terbaik berdasarkan resolusi, kemampuan pencahayaan, stabilisasi gambar, serta audio.(giz,ist/dya)





.jpg)
