JAKARTA (Lentera) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita beberapa kendaraan dalam penggeledahan, terkait kasus dugaan korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan/wajib pajak tahun 2016–2020.
“Selain dokumen, ada kendaraan roda empat dan roda dua yang disita,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna di Jakarta mengutip Antara, Selasa (25/11/2025).
Kendaraan yang disita terdiri dari satu mobil bermerek Toyota Alphard dan dua motor gede (moge). Anang menyebut, tiga kendaraan itu disita dalam penggeledahan, pada Minggu (23/11/2025).
“Dari beberapa tempat di sekitar Jabodetabek, di mana penggeledahan lebih dari lima titik,” ungkapnya.
Akan tetapi, ia tidak mengungkapkan lokasi mana saja yang digeledah dan tidak mengungkapkan dari mana kendaraan tersebut disita. Untuk saat ini, lajutnya, kendaraan yang disita telah diamankan di suatu tempat.
“Sementara diamankan oleh tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di tempat yang sebagaimana mestinya,” tandasnya.
Mantan Kajari Jakarta Selatan itu, juga meminta awak media untuk menunggu informasi yang lebih detail.
“Apakah ada penyitaan lain? Saya yakin mesti ada nantinya. Kita tunggu nanti. Biarkan dulu tim penyidik bergerak untuk mendapatkan bukti-bukti yang membuat kuat. Nantinya kami akan rilis ke depan seperti apa,” imbuhnya.
Diketahui, Kejagung tengah melakukan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan/wajib pajak tahun 2016-2020 oleh oknum pegawai pajak pada Direktorat Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Dalam prosesnya, Kejagung telah menggeledah sejumlah lokasi dan mencegah beberapa pihak ke luar negeri.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mengonfirmasi bahwa ada lima orang yang dicegah untuk bepergian ke luar negeri berdasarkan permintaan Kejagung. Lima orang itu berinisial KD, BNDP, HBP, KL, dan VRH.
Pencegahan tersebut berlaku mulai 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026.
“Alasan: korupsi,” demikian dinukil dari dokumen yang diterima dari Ditjen Imigrasi.
Editor: Arief Sukaputra




.jpg)
