26 November 2025

Get In Touch

Ekosistem Karst Belum Dilindungi, Aliansi Rakyat Trenggalek Minta DPRD Bergerak Cepat

Perwakilan Aliansi Rakyat Trenggalek Suripto usai rapat dengar pendapat dengan DPRD Trenggalek membahasan kawasan ekosistem karst
Perwakilan Aliansi Rakyat Trenggalek Suripto usai rapat dengar pendapat dengan DPRD Trenggalek membahasan kawasan ekosistem karst

TRENGGALEK (Lentera) – Aliansi Rakyat Trenggalek meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Trenggalek agar segera memasukkan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst ke dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2026. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah kerusakan kawasan karst yang berfungsi vital sebagai penyimpan air alami dan penopang ekosistem.

Perwakilan Aliansi Rakyat Trenggalek, Suripto, menjelaskan bahwa hearing atau rapat dengar pendapat dengan pimpinan dan Komisi III DPRD Trenggalek digelar pada Senin (10/11/2025). Pertemuan itu membahas pentingnya penetapan kawasan karst sebagai kawasan lindung agar tidak dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.

“Hari ini kami dari Aliansi Rakyat Trenggalek melakukan hearing dengan pimpinan dan Komisi III DPRD untuk mendorong masuknya Prolegda tentang kawasan perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst,” ujar Suripto.

Menurutnya, kawasan karst memiliki peran penting sebagai spon alam yang tidak dapat diperbarui. Jika kawasan tersebut dirubah menjadi area budidaya, dampaknya akan sangat besar terhadap kelestarian lingkungan dan ketersediaan sumber air bagi masyarakat.

“Karst ini menjadi spon alam, sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui. Kalau dirubah jadi kawasan budidaya, maka ancamannya sangat besar terhadap kelestarian lingkungan di Kabupaten Trenggalek,” jelasnya.

Suripto menambahkan, saat ini sudah ada kesepakatan awal antara Aliansi dan DPRD untuk mengkaji lebih dalam usulan tersebut dan memasukkannya ke Prolegda 2026. Ia juga menyoroti adanya perbedaan data luasan kawasan ekosistem karst antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Kementerian ESDM.

“Dulu KLHK melakukan studi dan hasilnya ada sekitar 53.506 hektare kawasan karst. Namun, setelah dilakukan sinkronisasi dengan ESDM dan ATR/BPN pada 2023, disepakati luasan kawasan ekosistem karst di Trenggalek adalah 23.553 hektare,” terang Suripto.

Ia menjelaskan perbedaan itu terjadi karena KLHK melihat karst dari sisi ekosistem, sementara ESDM hanya dari aspek geologi. Karena itulah, hasil kompromi lintas kementerian menetapkan 23.553 hektare sebagai kawasan ekosistem karst yang harus dilindungi.

“Seharusnya hasil kesepakatan itu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan mengajukan penetapan kawasan bentang alam karst ke Kementerian. Tapi sampai sekarang belum dilakukan, jadi kami dorong agar eksekutif segera mengajukan penetapan dan legislatif menindaklanjuti lewat perda,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Suripto menegaskan ancaman kerusakan kawasan karst akan semakin besar apabila tidak segera ada payung hukum yang melindunginya.

“Kalau tidak dilindungi sementara pembangunan terus berjalan, kawasan karst bisa berubah jadi kawasan budidaya. Kalau rusak, maka fungsi tandon air yang jadi sumber penghidupan masyarakat juga ikut rusak,” pungkasnya.

Reporter: Herlambang|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.