04 November 2025

Get In Touch

AS Kembali Serang Kapal Nakoba di Wilayah Karibia dan Tewaskan 3 Orang

Presiden AS Donald Trump mengunggah foto dari video serangan AS terhadap kapal pembawa narkoba di Karibia. (Donald Trump/Truth Social)
Presiden AS Donald Trump mengunggah foto dari video serangan AS terhadap kapal pembawa narkoba di Karibia. (Donald Trump/Truth Social)

SURABAYA (Lentera) – Amerika Serikat (AS) kembali melancarkan serangan mematikan terhadap kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di wilayah Karibia. Serangan pada Sabtu (1/11/2025) itu menewaskan tiga orang.

Serangan tersebut seperti pernyataan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth di mana pasukan AS menyerang sebuah kapal di perairan internasional pada Sabtu (1/11/2025). Serangan dilakukan pada  kapal yang sedang berlayar di "rute perdagangan narkotika yang diketahui" AS.

Serangan AS ini menambah daftar panjang operasi militer AS yang menuai kecaman luas dari komunitas internasional.  "Para teroris narkotika ini membawa narkoba ke pantai kita untuk meracuni warga Amerika di dalam negeri, dan mereka tidak akan berhasil," kata Hegseth dalam pernyataan resminya, seperti dikutip Newsweek, Senin (3/11/2025).

Ia menambahkan bahwa kapal tersebut dioperasikan oleh "organisasi teroris". Namun sayangnya nama organisasi tidak diungkapkan.

Dilansir dari cnbcindonesia bahwa menurut data pemerintah AS, setidaknya 64 orang telah tewas dalam 15 serangan terhadap 16 kapal di Karibia selatan dan Pasifik timur sejak awal September. Dengan serangan terbaru ini berarti total 67 tewas dengan 16 serangan ke 17 kapal.

Presiden AS, Donald Trump, menggambarkan operasi ini sebagai bagian dari "tindakan keras tanpa kompromi" terhadap penyelundupan narkoba ke AS. Meski demikian, langkah ini dikritik keras oleh Partai Demokrat, sebagian anggota Partai Republik, serta pakar hukum internasional.

Mereka menilai operasi tersebut melanggar hukum internasional. Karena dilakukan di perairan internasional tanpa mandat PBB.

Sementara itu, Pemerintah AS mengklaim operasi itu sah secara hukum, tetapi hanya memberikan sedikit bukti publik mengenai target serangan. The Guardian melaporkan bahwa CIA menjadi penyedia utama intelijen di balik operasi ini, sementara bukti terhadap para tersangka kemungkinan akan tetap dirahasiakan.

Sementara itu, sejumlah senator Demokrat menuntut pengarahan darurat kepada Senat mengenai dasar hukum dan daftar kelompok yang menjadi target operasi militer tersebut.

"Hingga saat ini, pemerintah gagal memberikan informasi dasar kepada Senat untuk menjalankan fungsi pengawasan," tulis para senator dalam surat resmi kepada Hegseth, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard. (*)

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.