Gelombang PHK Terjang Indonesia: Pabrik Michelin Kurangi Pekerja, Nike-Adidas Hengkang dari Tangerang
 
      JAKARTA (Lentera) – Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali melanda sektor industri di Tanah Air. Setelah sejumlah pabrik sepatu merek global seperti Nike dan Adidas memutuskan hengkang dari Tangerang, kini pabrik ban Michelin di Cikarang juga dikabarkan melakukan PHK massal terhadap ratusan pekerjanya.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, pihaknya mendapat laporan langsung dari perwakilan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang menaungi para buruh di pabrik tersebut. Menurutnya, terdapat lebih dari seratus karyawan yang terkena PHK akibat menurunnya permintaan pasar ban baik di dalam negeri maupun global.
“Michelin di Cikarang itu anggotanya SPSI, dan saya sudah dapat kabar mereka di-PHK sekitar seratusan orang lebih,” ujar Said Iqbal di Jakarta International Convention Center (JICC), Kamis (30/10/2025).
Ia menjelaskan, penurunan daya beli masyarakat membuat permintaan kendaraan bermotor menurun, yang kemudian berdampak langsung pada industri ban. “Permintaan terhadap mobil dan motor turun, otomatis permintaan ban juga ikut turun,” imbuhnya.
Saat ini, proses PHK masih berada dalam tahap negosiasi antara manajemen dan serikat pekerja terkait pesangon serta pemenuhan hak-hak buruh lainnya. Said berharap pemerintah segera turun tangan untuk membenahi sektor industri dalam negeri agar tidak semakin banyak perusahaan melakukan pemangkasan tenaga kerja.
Ia juga memperingatkan, bukan tidak mungkin pabrik ban lain mengikuti langkah serupa jika kondisi permintaan belum membaik.
Di sisi lain, gejolak industri padat karya juga terjadi di sektor alas kaki. Sejumlah perusahaan pembuat sepatu global seperti Nike dan Adidas dikabarkan menutup pabrik mereka di kawasan Tangerang dan memindahkan operasionalnya ke wilayah tengah Pulau Jawa, seperti Cirebon, Brebes, dan Pekalongan.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rizky Aditya Wijaya, menjelaskan relokasi tersebut bukan berarti perusahaan berhenti berproduksi, melainkan upaya efisiensi biaya produksi, khususnya pada aspek tenaga kerja.
“Industri alas kaki itu padat karya. Komponen terbesar dalam biaya produksinya adalah tenaga kerja. Jadi ketika upah minimum di wilayah barat Jawa meningkat, mereka mencari lokasi dengan upah yang lebih rendah,” jelas Rizky di Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2025).
Menurut Rizky, beberapa produsen besar seperti PT Tah Sung Hung—pembuat sepatu merek Adidas—dan PT Long Rich sudah memindahkan lini produksi mereka ke kawasan Cirebon. Sementara perusahaan lain seperti Victory Chingluh disebut memilih daerah Pekalongan atau Batang sebagai tujuan baru.
Ia menegaskan bahwa Kemenperin telah berkoordinasi dengan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) untuk mengawal proses relokasi agar tidak menimbulkan gejolak tenaga kerja yang lebih besar.
Sementara itu, Said Iqbal juga menyoroti alasan ekonomi di balik relokasi besar-besaran tersebut. Menurutnya, biaya tenaga kerja atau labor cost di industri tekstil, garmen, dan sepatu bisa mencapai 30 persen dari total pengeluaran perusahaan. Ketika biaya ini dinilai terlalu tinggi di satu wilayah, banyak perusahaan memilih memindahkan lokasi produksi ke daerah dengan upah minimum lebih rendah.
Meski demikian, Kemenperin tetap optimistis terhadap kinerja industri alas kaki nasional. Rizky menyebut bahwa secara keseluruhan, sektor tersebut masih mencatatkan pertumbuhan positif hingga 8 persen pada tahun ini. “Kita tetap melihat industri alas kaki berada dalam jalur pertumbuhan yang baik, meskipun ada relokasi di beberapa wilayah,” katanya.
Editor:Widyawati/berbagai sumber




.jpg)
