17 October 2025

Get In Touch

Fraksi Gerindra: Pembaruan Raperda Penanggulangan Bencana di Jatim Merupakan Langkah Tepat

Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, S.H., M.H.
Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, S.H., M.H.

SURABAYA (Lentera) -Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, S.H., M.H. mengingatkan pentingnya sinkronisasi antara regulasi dan pendanaan dalam pembahasan Raperda Perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana. 

Gerindra mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mengajukan perubahan regulasi tersebut sebagai bentuk penyesuaian terhadap dinamika kebijakan nasional dan kebutuhan perlindungan masyarakat.

“Fraksi Partai Gerindra menilai bahwa sinkronisasi vertikal dan horizontal antar peraturan perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan duplikasi norma, terutama pada tataran teknis pelaksanaan di tingkat kabupaten/kota dan desa,” ungkap Cahyo, Selasa (14/10/2025).

Fraksi Gerindra menilai, pembaruan aturan ini merupakan langkah tepat karena berlandaskan mandat konstitusi untuk melindungi keselamatan warga serta menyesuaikan dengan payung hukum nasional, seperti UU Nomor 24 Tahun 2007, UU Nomor 23 Tahun 2014, PP Nomor 21 Tahun 2008, dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

Secara sosiologis, perubahan regulasi ini dianggap relevan dengan kondisi geografis dan tingkat kerentanan bencana di Jawa Timur, mulai dari aktivitas gunung api, ancaman tsunami di pesisir selatan, banjir, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, hingga gempa bumi dan longsor.

“Namun di balik risiko tersebut, terdapat kekuatan sosial dan kearifan lokal masyarakat yang selama ini menjadi aktor kunci dalam mitigasi dan tanggap darurat,” jelas Cahyo.

Ia menegaskan, pembaruan kebijakan harus memastikan partisipasi aktif masyarakat dan penerapan prinsip kolaborasi pentahelix antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media.

“Kebijakan baru harus memastikan partisipasi aktif masyarakat dan kolaborasi pentahelix bukan sekadar jargon, tetapi menjadi sistem yang hidup di lapangan,” lanjutnya.

Gerindra juga menyoroti sejumlah penguatan positif dalam draf Raperda, seperti penetapan kawasan rawan bencana sebagai dasar KLHS/RTRW, integrasi pendidikan kebencanaan, perlindungan bagi kelompok rentan dan disabilitas, pembentukan forum pengurangan risiko bencana, penguatan fungsi BPBD, serta penerapan skema pentahelix.

“Namun demikian, kami mencatat sejumlah catatan strategis dan pertanyaan kritis sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional kami dalam mengawal efektivitas kebijakan publik ini,” kata Cahyo.

Dalam pandangannya, Fraksi Gerindra menyoroti pentingnya kejelasan pembagian urusan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014.

“Jika belum, bukankah hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan dan memperlemah koordinasi BPBD lintas daerah?” ujarnya.

Dari sisi pendanaan, Gerindra menilai keberhasilan kebijakan penanggulangan bencana sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya dan dana siap pakai.

“Bagaimana mekanisme yang disiapkan untuk memastikan keberlanjutan anggaran kebencanaan tanpa tergantung sepenuhnya pada transfer pusat?” lanjutnya.

Fraksi Gerindra juga menekankan pentingnya perhatian terhadap perlindungan penyandang disabilitas dan kelompok rentan.

“Namun, apakah sudah tersedia data terpilah dan mekanisme unit layanan disabilitas di BPBD yang benar-benar siap secara operasional, bukan sekadar formalitas normatif?” tanya Cahyo.

Gerindra turut menyoroti aspek pengawasan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Raperda ini.

“Apakah telah dirancang mekanisme evaluasi kinerja BPBD dan forum-forum relawan secara periodik agar kebijakan tidak hanya berhenti di atas kertas?” pungkasnya.

Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.