
MALANG (Lentera) - Ketua DPRD Kota Malang DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menyatakan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak akan mengalami kenaikan.
Legislatif akan terlibat langsung dalam penyusunan Peraturan Wali Kota (Perwal) baru, sebagai aturan turunan dari Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Nomor 1 Tahun 2025.
Untuk diketahui, kepastian ini ditegaskan Ketua DPRD Kota Malang, Jumat (5/9/2025) setelah muncul sorotan dari sejumlah organisasi mahasiswa ekstra kampus (ORMEK) terkait regulasi pelaksanaan pengenaan tarif PBB, yang dinilai belum memiliki aturan turunan berupa Perwal.
Menurut perempuan yang akrab dengan sapaan Mia ini, pada periode sebelumnya DPRD menyerahkan sepenuhnya penyusunan Perwal kepada eksekutif. Karena memang menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Namun kali ini, Mia menekankan pentingnya keterlibatan bersama agar regulasi turunan tidak menimbulkan salah tafsir maupun keresahan di masyarakat. "Kalau sebelumnya kan kami lepas, karena itu ranah eksekutif. Tetapi sekarang kami minta untuk rembuk bareng," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kota Malang, Trio Agus Purwanto, menjelaskan lebih rinci terkait isu yang berkembang soal adanya kenaikan tarif PBB. Menurutnya, meskipun dalam Perda 1/2025 terjadi perubahan dari multi tarif ke single tarif, yakni 0,2 persen, yang merupakan amanah dari pemerintah pusat.
"Kalau untuk PBB, sekilas kalau melihat Perda seolah terjadi kenaikan tarif karena dari multi ke single tarif. Tetapi komitmen kami dengan kepala daerah agar PBB tidak ada kenaikan secara implementasi," kata Trio.
Trio menekankan, masyarakat perlu memahami perbedaan antara tarif dalam aturan dan implementasi. Sebab, perhitungan PBB tidak hanya berdasarkan tarif dikalikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), katanya, tetapi juga melalui perhitungan koefisien serta pengurangan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJTKP).
"Koefisienlah yang ditekan. Artinya tidak langsung NJOP dikali tarif. Ini yang kadang salah paham. Jadi ada koefisien dikali NJOP, dikurangi NJOP tidak kena pajak. Komitmennya adalah di koefisien," jelas Trio.
Trio mencontohkan, jika perhitungan dilakukan langsung 100 persen NJOP dikalikan tarif, maka hasilnya memang akan terlihat besar.
Namun dalam implementasi di Kota Malang, menurutnya, koefisien yang digunakan jauh lebih kecil. Misalnya 0,2 persen, sehingga nilai PBB yang ditetapkan tetap rendah dan tidak menambah beban warga.
"(Sementara ini) masih pakai Perwal yang lama, pun itu masih aman karena mengaturnya masih seperti itu. Komitmennya PBB tidak ada kenaikan di Kota Malang," tegas Trio.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH