21 April 2025

Get In Touch

Ratusan Buruh Kembali Menolak Omnibuslaw di DPRD Jatim

Ratusan Buruh Kembali Menolak Omnibuslaw di DPRD Jatim

Surabaya – Ratusan massa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi di depan DPRD Jatim, Selasa (25/8/2020). Aksi ini merupakan bagian dari aksi demonstrasi nasional serentak di 20 provinsi dalam rangka menolak RUU omnibusplaw atau RUU Cipta Kerja.

Beberapa massa buruh yang tergabung dalam aksi tersebutdiantaranya dari Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (PERDAKSPI) Provinsi Jawa Timur yang datang dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik,Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang, Jombang, Lamongan, danTuban. Selain itu juga ada beberapa perwakilan dari organisasi buruh lainnya.

Dalam aksi tersebut, mereka menggelar berbagai orasipenolakan terhadap RUU omnibuslaw. Aksi yang mendapat pengawalan ketat dariaparat kepolisian ini berlangsung damai. Beberapa dari perwakilan buruhditerima langsung oleh anggota Komisi E DPRD Jatim.

Wakil Ketua DPW FSPMI KSPI Jawa Timur, Nuruddin Hidayat mengatakanbahwa ada enam ) tuntutan yang diusung dalam aksi kali ini. Tuntutan tersebutdiantaranya adalah penolakan terhadap RUU Omnibulaw. Nuruddin menandaskan isidari RUU Omnibuslaw khususnya dalam klaster ketenagakejaan banyak mereduksinilai-nilai kesejahteraan pekerja/buruh yang telah diatur dalam UU No.  13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Sehingga jika RUU Cipta Keja atau Omnibuslaw tersebutdisahkan, maka akan berpotensi hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon,kontrak kerja terus-menerus atau tanpa batas waktu dan jenis pekerjaan,penggunaan tenagakerja outsourcing dapat dilakukan disemua jenis pekerjaan. Kemudianwaktu kerja yang eksploitatif, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dipermudahdi semua lini. Tak hanya itu, jaminan sosial terancam hilang, mempermudahpengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta hilangnya sanksipidana untuk pengusaha yang melanggar peraturan ketenagakerjaan,” tandasya.

Tuntutan yang kedua adalah terkait darurat PHK. Dalam halini, dia menilai bahwa pengusaha dengan mudahnya melakukan PHK sepihak denganalasan efisiensi akibat dampak pandemic Covid-19. Padahal, lanjutnya, PHKalasan efisiensi dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya nomor :19/PUU-IX/2011.

Lebih lanjut, Nuruddin menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusiberpendapat perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum dilakukan beberapahal, yaitu pengurangan upah dan fasilitas pekerja tingkat atas seperti manajerdan direktur; mengurangi shift; membatasi kerja lembur; mengurangi jam kerja; mengurangihari kerja; meliburkan atau merumahkan buruh secara bergilir untuk sementarawaktu; tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masakontraknya; memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Mereka juga menolak diskriminasi program subsidi upahsebesar Rp 600.000 untuk pekerja/buruh. Sebab, Program subsidi upah untukpekerja yang upahnya di bawah Rp 5 juta dirasa diskriminatif dan bedampaktimbulnya kecemburuan sosial. Pasalnya buruh yang mendapatkan subsidi upahtersebut adalah pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan yang Badan Usahnya aktifmembayar iuran. Faktanya di lapangan masih banyak pekerja yang tidakdidaftarkan oleh Pengusahanya kepada BPJS Ketenagakeraan dan juga masih banyakpengusaha-pengusaha nakal yang menunggak membayar iuan BPJS Ketenagakejaantersebut.

Kemudian juga menuntut pembentukan tim URS. Hal ini sebagaiupaya untuk pencegahan PHK sepihak serta pencegahan. Massa juga menagih janjipolitik realisasi perda Jatim tentang jaminan pesangon. Perda tersebut merupakanjanji Gubernur Khofifah di hadapan ribuan buruh Jatim saat merayakan hari buruhinternasional (May Day) 1 Mei 2019 lalu.

Mereka juga meminta adanya kenaikan UMK sebesar Rp 600.000. “Kenaikanupah sebesar Rp 600.000 ini didasarkan dari program pemerintah tentang subsidiupah sebesar Rp 600.000 bagi pekerja/buruh yang upahnya dibawah Rp 5 juta.Sehingga dapat disimpulkan bahwa upah minimum rata-rata di Jawa Timur tahun2019 yang hanya sebesar Rp 2,4 juta,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi E DPRD Jatim, Hari PutriLestari (HPL) mengatakan bahwa RUU Omnibuslaw ini merupakan kewenangan dari DPRRI. Namun demikian dia akan tetap menampung semua aspirasi yang telah sampaikan.“Aspirasi kami tamping dan kami akan menyampaikan hal ini ke Jakarta,”tandasnya. (ufi)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.