Soal Pembahasan Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak, Fraksi PDI-P Minta Rekonsiliasi Data

SURABAYA (Lentera) -Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur memberikan lima poin catatan strategis terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak.
Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Dewanti Rumpoko menegaskan pentingnya langkah konkret agar Raperda tersebut benar-benar mampu menjawab persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur.
Ia mendorong dilakukannya rapat rekonsiliasi data secara khusus. Rekonsiliasi ini, perlu menghadirkan perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur, Komisi E DPRD, serta perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
“Hal ini penting agar diperoleh satu data yang dapat dijadikan rujukan bersama dalam menyusun kebijakan dan ketentuan normatif di dalam Raperda, sehingga tidak menimbulkan polemik di kemudian hari terkait keakuratan data dan dasar pertimbangan regulasi,” ungkap Dewanti, Selasa (12/08/2025).
Menurut Dewanti, persoalan perbedaan data kerap menjadi hambatan dalam proses perumusan kebijakan. Padahal, satu data yang valid menjadi kunci dalam menetapkan arah kebijakan yang tepat sasaran, khususnya dalam upaya perlindungan terhadap kelompok rentan.
Fraksi PDI Perjuangan juga mengusulkan penyempurnaan nomenklatur bab dalam naskah akademik. Usulan gubernur yang hanya menyentuh BAB III dan BAB V dinilai belum cukup. Dewanti menegaskan, penyempurnaan seharusnya mencakup pula penguatan sistematika bab lain yang berkaitan dengan ketentuan pengawasan, sanksi administratif, perlindungan dalam situasi bencana, serta pengaturan pelibatan masyarakat sipil dalam pelaksanaan Raperda.
“Penyempurnaan nomenklatur ini bertujuan agar struktur dokumen akademik menjadi lebih sistematis, mudah dipahami, dan memenuhi standar penyusunan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Dewanti yang juga Anggota Komisi D DPRD Jatim menyoroti substansi tambahan yang pernah diusulkan sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa usulan tersebut mencakup indikator kinerja dalam perencanaan aksi daerah, pembagian kewenangan antar level pemerintahan, ketentuan perlindungan khusus dalam situasi darurat, hingga sanksi administratif.
“Tanpa pengaturan yang tegas terhadap hal-hal tersebut, efektivitas pelaksanaan Raperda berpotensi melemah dan tidak mampu menjawab kompleksitas persoalan kekerasan perempuan dan anak di Jawa Timur,” tegasnya.
Selain aspek teknis dan substansi, fraksi ini juga memberikan perhatian khusus terhadap komitmen pendanaan. Dewanti menilai, dukungan anggaran harus ditegaskan sejak awal, baik melalui nota keuangan APBD maupun melalui pengaturan langsung di dalam Raperda.
“Ketiadaan komitmen anggaran akan membuat Raperda ini hanya bersifat simbolik tanpa implementasi nyata di lapangan. Oleh sebab itu, Fraksi PDI Perjuangan meminta agar dalam pembahasan bersama nanti, aspek pendanaan ini menjadi salah satu pokok pembahasan khusus,” tandasnya.
Poin terakhir yang disampaikan Fraksi PDI Perjuangan adalah harapan agar seluruh catatan, masukan, dan rekomendasi yang telah diberikan dapat dijadikan referensi dalam proses pembahasan pasal per pasal. Fraksi ini juga mendorong agar masukan tersebut menjadi bahan diskusi substansi pada tahap harmonisasi akhir bersama tim asistensi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH