
ISTANBUL (Lentera) - Ribuan warga Turki berunjuk rasa di Istanbul pada Sabtu (9/8/2025), mengecam serangan dan blokade Israel di Gaza.
Diselenggarakan oleh 15 organisasi masyarakat sipil di bawah "Platform Dukungan untuk Palestina" (Support for Palestine Platform), aksi unjuk rasa bertajuk "Jadilah Harapan bagi Gaza" (Be Hope for Gaza) mengumpulkan para peserta di Lapangan Beyazit setelah salat Magrib, sebelum berbaris menuju Masjid Hagia Sophia yang ikonis.
Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti "Pembunuh Israel, keluar dari Palestina," membawa bendera Palestina, dan memegang berbagai spanduk yang menuduh Israel telah menyebabkan kelaparan di Gaza dan menuntut pertanggungjawaban.
Secara terpisah, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menggelar pembicaraan via telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang dalam kesempatan itu Erdogan mengutuk keputusan Israel untuk menjadikan Gaza di bawah kendali militer penuh sebagai hal yang "sama sekali tidak dapat diterima."
Menurut sebuah pernyataan dari Kantor Kepresidenan Turki, Erdogan menegaskan kembali upaya diplomatik Turki yang terus berlanjut untuk gencatan senjata dan dukungannya terhadap Palestina, menyambut baik seruan negara-negara Eropa yang semakin meningkat untuk kenegaraan Palestina, dan menyebut meningkatnya kritik terhadap Israel di Barat.
Mengutip Antara, edikitnya 9.862 warga Palestina tewas dan 40.809 lainnya terluka sejak Israel melancarkan kembali serangan intensif pada 18 Maret sehingga total korban tewas sejak Oktober 2023 menjadi 61.369 orang, dengan 152.850 lainnya luka-luka, demikian ungkap otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza pada Sabtu (9/8).
Sebelas kasus kematian baru akibat kelaparan dan malanutrisi tercatat di Gaza dalam kurun waktu 24 jam terakhir sehingga jumlah keseluruhan korban tewas akibat hal tersebut sejak Oktober 2023 menjadi 212 orang, termasuk 98 anak-anak, kata pihak otoritas.
Sebelumnya pada Jumat (8/8), Israel mengumumkan kabinet keamanan negara itu telah menyetujui rencana untuk mengambil alih Gaza City, yang langsung menuai kecaman baik di dalam maupun di luar negeri, dengan para kritikus menyatakan bahwa rencana tersebut melanggar hukum internasional, memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, dan merusak upaya untuk mencapai gencatan senjata (*)
Editor: Arifin BH