04 August 2025

Get In Touch

DPRD Jatim Soroti Penanganan Kekeringan: Sistematis Jangan Reaktif

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas

SURABAYA (Lentera) – Potensi krisis air bersih kembali mengancam ribuan desa di Jawa Timur (Jatim). Anggota Komisi E DPRD Jatim, Puguh Wiji Pamungkas, meminta agar penanganannya dilakukan lebih sistematis, terencana, dan tidak bersifat reaktif.

Menurut data, sebanyak 815 desa di 29 kabupaten/kota di Jatim terancam mengalami kekeringan. Bahkan, tiga kabupaten yakni Bangkalan, Jombang, dan Pasuruan telah menyandang status siaga darurat krisis air.

"Ancaman krisis air ini harus menjadi perhatian serius. Apalagi ini bukan kejadian baru, tapi hampir menjadi rutinitas tahunan di wilayah-wilayah yang sama," ungkap Puguh Wiji Pamungkas, Jumat (1/8/2025).

Politisi PKS tersebut menegaskan pola kekeringan seharusnya sudah bisa dipetakan. Karena itu, Pemerintah Provinsi Jatim bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diminta segera menyusun langkah mitigasi jauh hari, bukan menunggu situasi genting.

"Harapannya, BPBD Jawa Timur bersama BPBD kabupaten/kota sudah menyusun langkah mitigasi jauh-jauh hari. Mulai dari peringatan dini kepada masyarakat hingga perencanaan distribusi air bersih yang matang," tegasnya.

Pria yang baru dikukuhkan sebagai doktor itu juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar mereka sadar dan siap menghadapi krisis air. Ia menyebut, pendekatan melalui peringatan dini dan kampanye penghematan air sangat diperlukan.

"Warning system harus jalan. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa mereka berada dalam situasi krisis air, supaya bisa menyesuaikan pola konsumsi airnya," tuturnya.

Lebih lanjut, Puguh menyoroti pentingnya kesiapan infrastruktur pendukung distribusi air bersih, termasuk rencana teknis dan logistik pendukung.

"Berapa tangki air yang dibutuhkan, dari mana sumber airnya, distribusi ke titik-titik mana saja, berapa kali pengiriman dalam sehari — semua ini harus dihitung dan dipersiapkan secara sistematis," papar Puguh.

Ia menambahkan, jika tidak ditangani dengan baik, krisis air bisa memicu gangguan sosial dan berdampak pada aktivitas ekonomi warga.

"Langkah mitigasi ini bukan hanya soal teknis penyediaan air, tapi juga untuk menjamin keamanan dan keberlangsungan hidup masyarakat. Mereka harus tetap bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dan ekonominya tidak terganggu," pungkasnya.

Reporter: Pradhita/Editor:Widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.