
JAKARTA (Lentera) - Peringkat utang valuta asing jangka panjang Indonesia dikukuhkan Standard and Poor's Global Ratings (S&P) pada level BBB. Posisi ini berada di dua tingkat terbawah dalam kategori investment grade, dengan outlook tetap stabil.
Namun menurut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengklaim peringkat tersebut merupakan bentuk kepercayaan pemangku kepentingan internasional terhadap stabilitas makro ekonomi nasional.
"Keyakinan ini didukung oleh kerangka kebijakan yang berhati-hati, dan sinergi bauran kebijakan yang efektif antara Pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global yang terus berlangsung," ujar Perry dalam keterangan resminya, Rabu (30/6/2025).
Selain itu, menurut Perry, afirmasi ini didukung oleh prospek pertumbuhan yang dinilai kuat, kerangka kebijakan fiskal yang sehat, dan beban utang luar negeri dan pemerintah yang relatif rendah.
Di samping itu, peningkatan sovereign credit rating Indonesia ke depan akan ditentukan oleh peningkatan kapasitas pembayaran utang luar negeri, antara lain didukung oleh peningkatan pendapatan luar negeri atau terjadi penurunan ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal.
Di sisi lain, peringkat Indonesia dapat diturunkan apabila peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB di atas 3% secara persisten, rasio pembayaran bunga utang pemerintah terhadap penerimaan negara melebihi 15%, atau terdapat pelemahan penerimaan ekspor secara struktural dan berkepanjangan.
Perry juga menegaskan bahwa Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat efektivitas kebijakan moneter guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan inflasi terkendali pada kisaran targetnya, dengan tetap mendukung upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam ulasannya, S&P memperkirakan Indonesia akan tetap menjaga defisit fiskal di bawah batas hukum sebesar 3% dari PDB dalam tiga tahun ke depan, meskipun ada peningkatan belanja untuk program sosial.
"Outlook peringkat yang stabil mencerminkan ekspektasi kami bahwa pemerintah tetap memandang batas defisit tahunan sebesar 3% sebagai jangkar kebijakan yang penting," tulis S&P.
Selain itu, pengembangan industri yang berbasis komoditas diperkirakan akan membantu menjaga stabilitas eksternal dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
S&P dapat menurunkan peringkat Indonesia jika, secara berkelanjutan, utang bersih pemerintah umum naik melebihi 3% dari PDB, atau jika pembayaran bunga utang pemerintah umum melampaui 15% dari pendapatan negara.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber