
SURABAYA (Lentera) – Rencana penutupan total Jalur Nasional Gumitir selama dua bulan menjadi sorotan serius dari Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Agung Mulyono. Legislator asal Dapil Banyuwangi–Bondowoso–Situbondo ini menyoriti resiko penurunan ekonomi dan mobilitas masyarakat di sana.
“Penutupan Jalur Gumitir memang diperlukan demi keselamatan pengguna jalan dan stabilitas infrastruktur. Namun, tanpa skema manajemen arus yang terukur, kita berisiko menghadapi kemacetan sistemik, terganggunya rantai pasok, dan tekanan ekonomi di level masyarakat bawah,” ungkap Agung Mulyono, Selasa (22/7/2025).
Penutupan jalur tersebut, yang akan berlangsung sejak 24 Juli hingga 24 September 2025, dilakukan dalam rangka proyek preservasi Jalan Nasional Sumberjati–Batas Kabupaten Banyuwangi oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur–Bali. Pekerjaan meliputi bored pile di 55 titik sepanjang 115 meter dan perbaikan geometri jalan oleh PPK 1.4.
Data BBPJN menyebutkan, jalur tersebut dilewati lebih dari 8.000 kendaraan setiap harinya, mulai dari truk logistik, kendaraan antar kota, hingga pengangkut hasil pertanian dan produk UMKM. Potensi penambahan waktu tempuh logistik hingga 3–4 jam menjadi kekhawatiran tersendiri, apalagi jika kendaraan dialihkan ke Jalur Pantura lewat Situbondo yang jaraknya 100 kilometer lebih jauh.
“Distribusi barang bisa melambat, harga BBM otomatis naik karena jarak tempuh lebih panjang, dan mobilitas warga seperti pelajar, guru, dan pekerja lintas kabupaten akan sangat terganggu. Ini bukan sekadar urusan lalu lintas, ini menyangkut ekonomi kerakyatan,” tegasnya.
Politisi Demokrat tersebut mengajukan sejumlah langkah konkret. Salah satunya, penggunaan data harian kendaraan oleh Dinas Perhubungan Provinsi untuk merancang lalu lintas berbasis kebutuhan. Bahkan, menurutnya, jalur Gumitir perlu dipertimbangkan untuk dibuka-tutup secara terbatas bagi kendaraan roda dua dan mobil kecil pada jam-jam tertentu.
“Kita harus bijak dalam menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dan aksesibilitas publik. Rekayasa adaptif akan sangat membantu,” imbuhnya.
Selain rekayasa arus, Agung juga menekankan perlunya sistem informasi lalu lintas real-time melalui media sosial, aplikasi navigasi, hingga papan informasi elektronik. Penempatan posko terpadu dengan personel lapangan juga dianggap krusial di titik-titik simpul peralihan arus.
Lebih lanjut, Agung mendorong optimalisasi moda transportasi publik, termasuk kereta api lintas selatan dan armada shuttle seperti DAMRI. Wilayah Kalibaru, Sempolan, dan Glenmore disebut Agung sebagai lokasi penting untuk pusat penghubung moda transportasi lokal.
“Kita perlu standar operasional bersama selama masa penutupan. Harus ada protokol arus, monitoring stok BBM, suplai bahan pokok, dan pengawasan kendaraan berat,” pungkasnya.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH