
JAKARTA (Lentera)-Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera kembali bikin heboh. Kali ini, media asal Amerika Serikat (AS), Associated Press, sampai ikut-ikutan menyoroti. Pasalnya, asap pekat dari beberapa wilayah di Pulau Sumatera itu sudah terdeteksi sampai ke Malaysia pada Minggu (20/7/2025).
"Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan masalah tahunan di Indonesia yang membebani hubungan dengan negara-negara tetangga," tulis Associated Press dalam artikelnya berjudul Forest Fire Haze from Indonesia Detected in Malaysia, dikutip Senin (21/7/2025).
Media AS itu juga mengingatkan, "Dalam beberapa tahun terakhir, asap dari kebakaran tersebut telah menyelimuti sebagian wilayah Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand bagian selatan." Ini jelas bukan masalah baru, tapi penyakit tahunan yang tak kunjung sembuh.
Associated Press mengutip Wakapolda Riau Brigjen. Pol. Adrianto Jossy Kusumo. Disebutkan, salah satu biang kerok titik api memang berasal dari Provinsi Riau.
"Ia (Wakapolda) mengatakan lebih dari 140 kebakaran hutan dan lahan gambut dilaporkan terjadi di provinsi tersebut," tulis Associated Press.
Adrianto menjelaskan lebih detail, "Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu merupakan wilayah terdampak kebakaran terparah yang menghanguskan sekitar 46 hektar lahan di kedua kabupaten tersebut. Kebakaran ini mengakibatkan polusi kabut asap tebal di seluruh wilayah yang mengurangi jarak pandang hingga satu kilometer (setengah mil)."
Meski begitu, ada kabar baiknya sedikit. Adrianto menyebut, "Jumlah titik api turun dari 294 titik pada hari Sabtu setelah pihak berwenang berhasil memadamkan api di beberapa tempat." Setidaknya, upaya pemadaman membuahkan hasil.
Kondisi ini langsung disambut keluhan dari negeri jiran. Laman Malaysia, Malay Mail, dalam artikel bertajuk Unhealthy Air Quality in Peninsular Malaysia Doubles to Eight Areas in 24 Hours melaporkan bagaimana kualitas udara di Semenanjung Malaysia memburuk drastis.
Jumlah wilayah dengan kualitas udara tidak sehat melonjak dua kali lipat dalam semalam, berdasarkan data Sistem Manajemen Indeks Pencemaran Udara (APIMS) Departemen Lingkungan Hidup Malaysia.
"Hingga pukul 09.00 pagi ini, delapan lokasi mencatat Indeks Pencemaran Udara (API) di atas 100," tulis Malay Mail pada Senin (21/7/2025).
"Yang paling parah terkena dampaknya adalah Alor Gajah di Melaka, dengan angka API 160," kata Malay Mail.
Tujuh wilayah lain yang juga merasakan efek kabut asap tak sehat ini adalah Temerloh di Pahang (API 156), Banting di Selangor (155), Nilai di Negeri Sembilan (155), Kemaman di Terengganu (153), Johan Setia di Selangor (152), Cheras di Kuala Lumpur (151), dan Putrajaya (124)
Sekadar informasi, API antara 0-50 itu baik, 51-100 sedang, 101-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, dan di atas 300 sudah kategori berbahaya.
Meski begitu, Malaysia juga tak sepenuhnya menyalahkan. Malay Mail mengakui bahwa kebakaran hutan di dalam negeri mereka, seperti di Kajang Prima dan Bukit Jalil, juga menjadi penyebab lain.
"Salah satu kebakaran serupa di Kajang Prima pada 19 Juli menghanguskan 1,2 hektare lahan dan membutuhkan 22 petugas pemadam kebakaran dan empat unit mobil pemadam untuk mengendalikannya," sebut media itu.
"Kebakaran semak terpisah dilaporkan terjadi di dekat Bukit Jalil pada hari yang sama," lanjut mereka.
Namun, Malay Mail tetap menunjuk Indonesia sebagai penyebab utama. Dikatakan, negara tetangga Indonesia itu telah berjuang melawan karhutla yang diyakini sebagai sumber kabut asap selama beberapa hari terakhir. Indonesia pun disebut akan meningkatkan upaya penanganan, dimulai dengan penyemaian awan di Riau pada Senin ini.
Editor:Widyawati/berbagai sumber