09 July 2025

Get In Touch

Sidak Pengerukan Sungai di Kota Madiun, DPRD Temukan Aktivitas Ilegal

Anggota Komisi III DPRD Kota Madiun meninjau lokasi pengerukan tanah tanpa izin di aliran Sungai Bengawan Solo, Senin (7/7/2025).
Anggota Komisi III DPRD Kota Madiun meninjau lokasi pengerukan tanah tanpa izin di aliran Sungai Bengawan Solo, Senin (7/7/2025).

MADIUN (Lentera) – Komisi III DPRD Kota Madiun melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pengerukan tanah sedimen di aliran Sungai Bengawan Solo wilayah Madiun, Senin (7/7/2025). Kegiatan dilakukan menyusul laporan masyarakat terkait dugaan aktivitas ilegal di wilayah tersebut.

Dalam sidak, empat anggota Komisi III—Erlina Sosilo Rini (PKB), Anton Kusumo (PDI Perjuangan), Yuliana (Perindo), dan Dedy Tri Arifianto (Golkar)—turun langsung ke lapangan. Mereka menemukan adanya aktivitas pengerukan yang dilakukan pada 14–15 Juni 2025, menggunakan dua alat berat ekskavator. Kegiatan itu tanpa mengantongi izin resmi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Izinnya tidak ada, dan perlu digarisbawahi bahwa kewenangan penerbitan izin berada langsung di Kementerian PUPR, bukan pemerintah daerah,” kata Erlina Sosilo Rini, anggota Komisi III, kepada wartawan usai sidak.

Ia menambahkan, aktivitas pengerukan sempat dihentikan oleh petugas Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo pada Senin pagi (16/6/2025). Namun, pada sore harinya, pengerukan kembali dilakukan sebelum akhirnya dihentikan ulang oleh petugas.

“Ini menunjukkan lemahnya pengawasan di lapangan. Selain potensi kerugian lingkungan, kegiatan ini juga mengarah pada pelanggaran hukum yang perlu ditindaklanjuti,” tegas Erlina.

BBWS Bengawan Solo membenarkan bahwa pengerukan tanah tersebut dilakukan secara ilegal. Juru Sungai Wilayah BBWS, Haryanto, menjelaskan bahwa seluruh kegiatan di sepanjang wilayah sungai wajib melalui sistem perizinan daring yang terintegrasi di Kementerian PUPR.

“Kalau tidak melalui sistem resmi dan tidak ada izin yang terbit, maka itu dikategorikan sebagai aktivitas ilegal. Sedimen yang diambil juga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi,” ujarnya.

Menurut Haryanto, volume tanah yang telah dikeruk diperkirakan mencapai lebih dari 60 meter kubik. BBWS sendiri, katanya, tidak memiliki kewenangan atas pemanfaatan tanah sedimen, melainkan hanya bertugas menghentikan aktivitas yang melanggar ketentuan.

Menanggapi temuan itu, Komisi III berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak, termasuk dinas teknis dan BBWS Bengawan Solo, untuk mendalami persoalan perizinan dan potensi penyalahgunaan kewenangan.

“Kami akan minta klarifikasi resmi dari instansi terkait. Setelah itu, kami jadwalkan audiensi dengan LSM yang sebelumnya juga melaporkan kasus ini,” ungkap Erlina.

Sementara itu, dugaan pelanggaran ini telah dilaporkan secara resmi oleh warga Kota Madiun ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) pada Kamis (3/7/2025), melalui kuasa hukumnya. Dalam laporan tersebut tercantum dugaan penyalahgunaan wewenang serta potensi kerugian negara dalam proyek pengerukan dan pembangunan yang berkaitan dengan kawasan sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winongo.

Komisi III menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses penegakan hukum dan mendesak pihak berwenang agar tidak menutup mata terhadap dugaan pelanggaran di wilayah sungai maupun proyek publik lainnya di Kota Madiun.

Reporter: Wiwiet Eko Prasetyo/Editor:Widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.