06 July 2025

Get In Touch

Pasca Putusan MK soal Pemilu, Pakar UB: Perlu Disiapkan Aturan Masa Transisi

Pakar Kebijakan Publik Universitas Brawijaya (UB), Andhyka Muttaqin. (dok. Ist)
Pakar Kebijakan Publik Universitas Brawijaya (UB), Andhyka Muttaqin. (dok. Ist)

MALANG (Lentera) - Pakar Kebijakan Publik Universitas Brawijaya (UB), Andhyka Muttaqin, menyatakan pemerintah perlu segera menyiapkan kebijakan dan roadmap transisi. Hal ini menyusul pasca diputuskannya aturan pelaksanaan pemisahan pemilu nasional dan daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Setidaknya ada dua poin utama yang harus menjadi perhatian, yaitu beberapa elemen kebijakan yang mendesak untuk disiapkan. Kemudian pemerintah juga harus menganalisis kesiapan waktu untuk membangun roadmap transisi," ujar Andhyka, dikonfirmasi melalui pesan singkat, Sabtu (5/7/2025).

Diketahui, dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025). MK menyatakan Pemilu nasional dan Pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak.

Pilkada dijadwalkan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan hasil Pemilu nasional.

Andhyka memaparkan terdapat lima elemen kebijakan utama yang mendesak untuk segera dirumuskan. Pertama, desain kelembagaan dan regulasi hukum Pemilu. "Revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada harus menjadi prioritas," jelasnya.

Revisi itu, kata dia, harus mencakup pengaturan ulang jadwal pelaksanaan Pemilu nasional dan lokal, masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2024, serta ketentuan tentang cuti, kampanye, dan pengisian kekosongan jabatan kepala daerah.

Andhyka juga menekankan pentingnya penguatan koordinasi antar lembaga penyelenggara Pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai bagian dari reformasi kelembagaan.

"Elemen kedua adalah perencanaan anggaran. Hal ini perlu disusun oleh KPU bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Perlu dirancang pembiayaan terpisah untuk dua kali pemilu, termasuk skema pendanaan hibah Pilkada melalui APBD dan pengamanan logistik," ungkapnya.

Lebih lanjut, menurutnya perlu dilakukan penyesuaian roadmap Pemilu. Penetapan timeline pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang terpisah, seperti Pemilu nasional awal 2029 dan Pilkada akhir 2029, perlu diikuti dengan penyesuaian fase teknis lainnya.

"Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), jadwal kampanye, debat, dan tahapan pencalonan juga harus disusun ulang sesuai dengan pemisahan jadwal," tambahnya.

Elemen keempat yang tak kalah penting adalah reformulasi sistem tata kelola pemilu. Andhyka menilai perlu adanya penguatan kapasitas kelembagaan KPU dan Bawaslu agar mampu mengelola dua pemilu besar di tahun yang berbeda.

"Kelima, pemerintah dan penyelenggara pemilu harus menyusun narasi tunggal nasional untuk menjelaskan kepada publik mengenai alasan, konsekuensi, dan manfaat jangka panjang dari pemisahan pemilu," katanya.

Lebih lanjut, terkait dengan waktu persiapan, Andhyka menyebut pemerintah masih memiliki cukup ruang untuk menyusun roadmap transisi secara menyeluruh. "Putusan MK keluar pada 2025, artinya masih ada sekitar lima tahun menuju Pemilu 2029," paparnya. 

Namun demikian, Andhyka mengingatkan potensi risiko tetap ada jika respons terhadap putusan MK tidak dilakukan secara cepat. Dikatakannya, hingga pertengahan 2025 ini, belum tampak langkah konkret dalam revisi UU Pemilu dan Pilkada di DPR maupun pemerintah.

"Jika proses legislasi molor hingga 2026–2027, waktu efektif hanya tinggal 1,5 hingga 2 tahun saja," pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.