
JAKARTA (Lentera) - Para ilmuwan mengembangkan metode inovatif untuk memantau kapan otak bekerja secara berlebihan. Menariknya, alat pelacak ini ditempelkan di wajah layaknya tato.
Peneliti memperkenalkan tato dahi elektronik (e-tatto) nirkabel non-permanen yang bisa digunakan untuk memantau gelombang otak dan mengukur beban kerja mental secara objektif. Studinya sudah tayang di jurnal Cell Press Device.
Alat ini dirancang untuk membantu seseorang memantau kelelahan kognitif dalam pekerjaan, terutama bagi mereka bekerja dalam profesi berisiko tinggi seperti pengontrol lalu lintas udara, pengemudi truk, dan peran profesi yang membutuhkan fokus tinggi. Tato mampu menganalisis aktivitas otak secara real time, mendeteksi seberapa keras kamu bekerja.
“Teknologi berkembang lebih cepat daripada evolusi manusia. Kapasitas otak kita tidak dapat mengimbanginya, dan dapat dengan mudah kelebihan beban,” kata Nanshu Lu, penulis utama studi dan profesor di University of Texas di Austin. “Ada beban kerja mental yang optimal untuk kinerja optimal, yang berbeda dari orang ke orang.”
Perangkat ini bekerja dengan menganalisis aktivitas otak melalui elektroensefalogram (EEG) dan gerakan mata melalui elektrookulogram (EOG) menggunakan sensor ultra tipis fleksibel yang menempel di kulit.
Tak seperti topi EEG tradisional, e-tatto menawarkan solusi yang ringkas dan hemat biaya. Seluruh perangkat termasuk baterai dan chip dapat digunakan kembali dengan harga sekitar 200 dollar AS atau setara Rp 3,2 juta, dan setiap sensor sekali pakai harganya 20 dollar AS (Rp 325 ribu).
“Yang mengejutkan adalah topi-topi tersebut, meski memiliki lebih banyak sensor untuk berbagai wilayah otak, tapi tidak pernah mendapatkan sinyal yang sempurna karena bentuk kepala setiap orang berbeda,” kata Lu.
“Kami mengukur fitur wajah peserta untuk membuat tato elektronik yang dipersonalisasi guna memastikan bahwa sensor selalu berada di lokasi yang tepat dan menerima sinyal.”
Dalam uji coba awal, enam relawan mengenakan tato saat melakukan tugas-tugas memori yang semakin sulit. Perangkat tersebut secara akurat mendeteksi perubahan dalam pola gelombang otak.
Meningkatnya gelombang theta dan delta mengindikasikan meningkatnya beban mental, sementara penurunan aktivitas alfa dan beta mengindikasikan kelelahan. Tim juga melatih model pembelajaran mesin untuk memprediksi ketegangan mental, yang menandakan aplikasi masa depan dalam pemantauan kognitif secara real time.
Alat serupa yang digunakan untuk mengukur beban mental memang sudah ada sebelumnya, seperti NASA Task Load Index yang dirancang untuk mengukur beban kerja yang dirasakan selama atau setelah menjalankan tugas. Namun, ini mengharuskan pengguna untuk mengisi survei, membuatnya lebih subjektif dan memakan waktu. Sebaliknya, e-tattoo memberikan data langsung dan objektif.
Saat ini, e-tatto hanya berfungsi pada kulit tak berbulu, tapi ada upaya untuk mencoba dan membuat perangkat tersebut lebih mudah diakses, menggabungkannya dengan tinta yang dapat bekerja pada rambut dan berupaya agar produk dapat digunakan di rumah.
Karena AI dan robot memainkan peran yang semakin penting di tempat kerja, tim di balik e-tattoo ini percaya bahwa alat seperti ini akan menjadi kunci untuk menjaga kesejahteraan manusia dalam lingkungan yang serba otomatis.
“Kami telah lama memantau kesehatan fisik pekerja, melacak cedera dan ketegangan otot,” kata Sentis. “Sekarang kami memiliki kemampuan untuk memantau ketegangan mental, yang belum pernah dilacak. Hal ini dapat mengubah cara organisasi memastikan kesejahteraan seluruh tenaga kerja mereka.”
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber