
MALANG (Lentera) - Profesor dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB), Prof. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc., Ph.D., menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk menerapkan ekonomi hijau. Hal ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi enzim berbasis sumber daya hayati lokal.
Menurutnya, langkah untuk mengembangkan teknologi ini harus segera dilakukan. Agar Indonesia tidak terus bergantung pada enzim impor.
"Indonesia harus segera mengembangkan teknologi enzim ini. Harus mulai beralih dari ketergantungan pada enzim impor dan menggali potensi biodiversitas lokal untuk mendukung industri bioteknologi," ujar Prof. Aji, Sabtu (31/5/2025).
Prof. Aji menambahkan, keberadaan Indonesia yang memiliki iklim tropis, tanah yang subur, sinar matahari sepanjang tahun, serta produktivitas biomassa yang tinggi, merupakan modal kuat dalam mendukung pengembangan teknologi berbasis bioekonomi.
Hal itu, lanjutnya, juga diperkuat dengan adanya transisi global menuju bioekonomi, yakni sistem ekonomi yang mengandalkan pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan.
"Negara-negara dunia mulai beralih ke bioekonomi, dan Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar di situ. Tinggal bagaimana kita serius mengembangkan teknologi berbasis riset yang sesuai dengan kondisi Indonesia," imbuhnya.
Prof. Aji juga memfokuskan pada arah kebijakan pemerintah. Yang menurutnya sudah mendukung, khususnya dengan masuknya sektor ekonomi biru dan ekonomi hijau sebagai industri prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.
Prof. Aji menggarisbawahi perlunya penjabaran arah kebijakan tersebut dalam bentuk strategi dan rencana aksi yang konkret.
"Policy-nya sudah bagus. Sekarang tinggal bagaimana menjabarkan RPJPN itu ke dalam strategi, program operasional, dan aksi nyata di lapangan," katanya.
Lebih lanjut, Prof. Aji menjelaskan jika benar-benar diterapkan maka teknologi ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan lingkungan. Enzim, yang merupakan bagian dari tubuh makhluk hidup seperti bakteri dan jamur, mampu bekerja pada kondisi netral tanpa menghasilkan limbah berbahaya.
Meski demikian, ia mengakui pengembangan teknologi enzim di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama dari sisi riset dasar.
Saat ini, sebagian besar penelitian di Indonesia masih terbatas pada isolasi, pemurnian, serta pengujian karakteristik enzim, belum sampai pada rekayasa struktur dan optimalisasi produksi seperti yang dilakukan di negara-negara maju.
Dirinya juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam mempercepat pengembangan teknologi enzim di Indonesia. Kolaborasi antara peneliti, pemerintah, industri, dan akademisi diperlukan untuk menggarap potensi enzim dari berbagai mikroorganisme yang aplikasinya sangat luas, mulai dari pangan, pertanian, energi, hingga lingkungan.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH