Kampung Anak Negeri dan Asrama Bibit Unggul Menguatkan Sekolah Rakyat Surabaya: Pendekatan Humanis dan Ketegasan untuk Masa Depan

KOLOM (Lentera) -Gemerlap Surabaya menapaki usianya yang semakin tua, terlihat semakin cantik dan melayani. Berbagai fasiliats publik dibangun sebagai upaya mempertemukan semua kelompok masyarakat agar bisa bertemu dan terlayani. Begitu juga dalam hal pelayanan kepada anak anak yang mempunyai energi berlebih dan cenderung negatif, Surabaya sebagai kota layak anak sudah sejak lama memberikan akses pelayanan. Surabaya, kota yang kini berusia 732 tahun, telah lama menjadi pelopor pendidikan yang inklusif dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat melalui konsep pendidikan yang inklusif dan ketegasan serta disiplin positif yang kuat. Kini yang oleh Pemerintah Pusat melalui Kemensos disebut dengan sekolah rakyat.
Sekolah Rakyat. Seperti yang ditegaskan Wali Kota Surabaya, pendidikan di kota ini dirancang dengan model yang mencerminkan karakter khas Surabaya: tangguh, kreatif, dan humanis. Pendekatan ini bukan hanya tentang pembelajaran di kelas, tetapi juga tentang menyelamatkan masa depan anak-anak dengan memahami keunikan mereka, termasuk mereka yang memiliki perilaku luar biasa atau berasal dari keluarga kurang mampu. Dengan mengambil inspirasi dari praktik lokal maupun internasional, seperti di Tiongkok dan Vietnam, Surabaya dapat terus memperkaya pendekatan pendidikannya.
Inspirasi dari Pendekatan Lokal dan Nasional
Surabaya telah menunjukkan komitmennya dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus melalui program-program inovatif. Salah satu contohnya adalah Kampung Anak Negeri, sebuah inisiatif yang mengarahkan energi anak-anak yang cenderung terlibat dalam tawuran atau perilaku negatif ke arah yang positif. Di sini, anak-anak yang gemar berkelahi dilatih dalam olahraga seperti tinju atau bela diri. Dengan bimbingan pelatih yang peduli, energi mereka tersalurkan ke dalam disiplin, sportivitas, dan rasa percaya diri. Seorang remaja bernama Andi (nama samaran), misalnya, dulunya sering terlibat konflik di kampungnya. Setelah mengikuti pelatihan tinju di Kampung Anak Negeri, ia kini menjadi atlet muda yang berprestasi di tingkat kota dan memiliki cita-cita menjadi pelatih olahraga.
Pendekatan serupa juga terlihat di tingkat nasional, seperti yang dilakukan Gubernur Jawa Barat, Kang Deddy, dengan mengirim anak-anak berperilaku luar biasa ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan karakter. Program ini bertujuan menanamkan disiplin dan tanggung jawab, sekaligus memberikan kesempatan kedua bagi anak-anak untuk memperbaiki masa depan mereka. Surabaya, dengan pengalaman panjangnya, telah membuktikan bahwa pendekatan semacam ini dapat berhasil dengan sentuhan lokal yang lebih lembut dan humanis.
Pelajaran dari Tiongkok: Pendekatan Komunitas untuk Anak-Anak Terlantar
Di Tiongkok, pendekatan humanis dalam menangani anak-anak yang dianggap "luar biasa" karena kondisi sosial atau perilaku mereka juga dapat menjadi inspirasi. Salah satu kisah yang mencolok adalah pengalaman Xiong Jianguo, seorang pemulung di Nanchang, yang menemukan bayi yang ditinggalkan di tempat sampah pada tahun 2007. Meski hidup dalam kemiskinan, Xiong memutuskan untuk merawat bayi tersebut, yang diberi nama Yanyan, seperti anaknya sendiri. Dengan penuh kasih sayang, ia membesarkan Yanyan menjadi gadis yang pintar dan ceria, meskipun mereka tinggal di bawah kolong jembatan. Kisah ini menunjukkan bagaimana pendekatan berbasis kasih sayang dan komunitas dapat mengubah hidup anak-anak yang terlantar, memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh dengan penuh harapan.
Pendekatan serupa dapat diterapkan di Surabaya, di mana anak-anak dari keluarga miskin atau yang terlibat dalam perilaku menyimpang dapat diintegrasikan ke dalam komunitas seperti Kampung Anak Negeri. Dengan bimbingan yang tepat, mereka dapat menemukan tujuan hidup dan mengembangkan potensi mereka, seperti yang dilakukan Xiong untuk Yanyan.
Pelajaran dari Vietnam: Toleransi dan Dukungan Keluarga Asuh
Di Vietnam, pendekatan humanis terhadap anak-anak yang menghadapi tantangan sosial juga menawarkan pelajaran berharga. Program keluarga asuh lintas-agama oleh organisasi SabangMerauke, meskipun dilaksanakan di Indonesia, melibatkan anak-anak dari latar belakang Vietnam. Salah satu cerita adalah tentang Apipa, seorang pelajar Muslim yang tinggal bersama keluarga Tionghoa-Kristen. Awalnya, Apipa merasa takut dan tidak nyaman karena perbedaan budaya dan agama. Namun, melalui pendekatan yang penuh pengertian dari keluarga asuhnya, ia belajar untuk menerima perbedaan dan merasa diterima. Keluarga asuh tersebut bahkan berusaha memahami kebutuhan Apipa, seperti menyediakan makanan yang sesuai dengan kebiasaannya.
Pendekatan ini relevan bagi Surabaya, di mana anak-anak dengan perilaku luar biasa sering kali hanya membutuhkan lingkungan yang mendukung dan penuh pengertian. Program seperti Kampung Anak Negeri dapat mengadopsi model keluarga asuh untuk memberikan perhatian individual, membantu anak-anak merasa diterima, dan mengarahkan mereka ke jalur yang positif.
Asrama Bibit Unggul: Merangkul Prestasi dan Keberagaman
Selain Kampung Anak Negeri, Surabaya juga memiliki Asrama Bibit Unggul, sebuah wadah bagi anak-anak berprestasi di atas rata-rata dan anak-anak dengan disabilitas. Di asrama ini, anak-anak dari berbagai latar belakang mendapatkan pendidikan yang tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga pada pengembangan bakat dan karakter. Misalnya, seorang anak tunanetra bernama Sari (nama samaran) berhasil mengembangkan kemampuan musiknya di asrama ini. Dengan bantuan guru yang terlatih, Sari kini mampu memainkan piano dan tampil di berbagai acara kota, membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berprestasi.
Program ini menunjukkan bahwa Surabaya tidak hanya berfokus pada anak-anak yang bermasalah, tetapi juga pada mereka yang memiliki potensi besar, termasuk dari kelompok disabilitas. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakangnya, mendapatkan kesempatan untuk bersinar.
Mengarahkan Anak dari Keluarga Miskin dengan Pendekatan Humanis
Anak-anak dari keluarga miskin yang menunjukkan perilaku menyimpang sering kali hanya membutuhkan bimbingan dan arahan yang tepat. Surabaya dapat terus mengembangkan model pendidikan yang mengintegrasikan mereka ke dalam program seperti Kampung Anak Negeri atau Asrama Bibit Unggul, sembari tetap mencatatkan mereka di sekolah formal. Pendekatan ini memungkinkan anak-anak untuk tetap terhubung dengan pendidikan formal, tetapi juga mendapatkan pembinaan khusus yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sebagai contoh, seorang anak bernama Budi (nama samaran) dari keluarga kurang mampu pernah terlibat dalam kenakalan remaja. Melalui program pelatihan keterampilan di Kampung Anak Negeri, Budi belajar cara membuat kerajinan tangan dari bahan daur ulang. Kini, ia tidak hanya memiliki keterampilan yang dapat menghasilkan pendapatan, tetapi juga kembali bersemangat untuk menyelesaikan pendidikannya di sekolah.
Harapan untuk Surabaya di Usia 732 Tahun
Di usianya yang ke-732, Surabaya diharapkan terus menjadi kota yang melayani warganya dengan pendekatan humanis. Sekolah Rakyat bukan sekadar program pendidikan, tetapi juga cerminan dari semangat kota untuk memahami dan merangkul setiap anak, termasuk mereka yang berada di pinggiran masyarakat. Dengan memperkuat program seperti Kampung Anak Negeri dan Asrama Bibit Unggul, serta mengambil inspirasi dari praktik terbaik di Tiongkok, Vietnam, dan daerah lain, Surabaya dapat terus memastikan bahwa kepentingan terbaik anak menjadi prioritas.
Masa depan anak-anak Surabaya adalah cerminan dari komitmen kita hari ini. Dengan pendekatan yang penuh kasih, disiplin yang membangun, dan kesempatan yang setara, Surabaya akan terus menjadi kota yang tidak hanya tangguh, tetapi juga penuh harapan bagi generasi mendatang.
Penulis:M. Isa Ansori, Pengurus LPA Jatim, Dewan Penasehat LHKP Muhammadiyah Surabaya dan wakil Ketua ICMI Jatim|Editor: Arifin BH