
SURABAYA (Lentera) - Kecerdasan buatan (AI) tak hanya memengaruhi pekerjaan di sektor manufaktur, tetapi juga berdampak pada profesi vital seperti dokter dan guru, menurut pernyataan Bill Gates.
Bill Gates membayangkan masa depan di mana AI dapat berkontribusi besar untuk menutupi kekurangan tenaga kerja di sektor pendidikan dan kesehatan. Kedua bidang ini selama ini diketahui mengalami kekurangan SDM, khususnya di daerah terpencil.
"Kita selalu kekurangan dokter, guru, dan pekerja pabrik. Kekurangan itu tidak akan ada lagi (berkat AI)," ujarnya dalam podcast People by WTF, dikutip pada, Senin (5/5/2025). "AI akan hadir menyediakan kecerdasan medis, dan tidak akan ada kekurangan lagi."
Pernyataan serupa juga pernah disampaikan pendiri Microsoft itu dalam acara The Tonight Show bersama Jimmy Fallon pada Februari 2025.
Gates menyoroti negara seperti India, Afrika, bahkan AS sendiri menghadapi kekurangan dokter. Menurut laporan Association of American Medical Colleges pada tahun lalu, AS diprediksi bakal kekurangan hingga 86.000 dokter spesialis dan umum pada 2036 mendatang.
Tantangan serupa juga terjadi di sektor pendidikan. Data pemerintah AS pada 2023 menunjukkan 86 persen sekolah negeri K-12 (SD, SMP, dan SMA) kesulitan merekrut guru.
Saat ini, kecerdasan buatan sudah mulai diterapkan di sektor pendidikan melalui alat bantu tutor berbasis AI untuk pelajaran membaca dan matematika. Di bidang kesehatan, perusahaan seperti Suki, Zephyr AI, dan Tennr telah membantu dokter dalam mengambil keputusan klinis lebih cepat dan akurat.
Gates membayangkan AI akan menggantikan tugas-tugas rutin sehingga manusia bisa menikmati waktu luang lebih banyak dan beralih ke pekerjaan yang lebih kreatif, menumbuhkan keseimbangan antara hidup dan kerja. Ia bahkan berharap standar 40 jam kerja per minggu akan berkurang.
"Beberapa tahun dari sekarang, AI akan mengubah banyak hal sehingga kerangka kapitalis murni ini mungkin tidak akan menjelaskan banyak hal, karena sebagai AI, baik sebagai pekerja kerah putih maupun pekerja kerah biru, robot akan kompeten dan mampu melakukan hal-hal fisik yang dilakukan manusia," kata Gates. "Kita akan menciptakan, Anda tahu, kecerdasan bebas."
Meski begitu, tidak semua pihak memiliki optimisme yang sama dengan Gates. Laporan terbaru dari PBB memperingatkan bahwa AI dapat memengaruhi 40% pekerjaan di seluruh dunia, berisiko memperlebar ketimpangan dan memperburuk bias rasial maupun gender dalam rekrutmen dan layanan kesehatan.
Gates menekankan, dalam dunia baru ini, manusia perlu beradaptasi. Keterampilan seperti berpikir kritis, kecerdasan emosional, dan kreativitas akan menjadi semakin penting, yang untuk saat ini masih sulit digantikan AI dan mesin.
Lebih jauh lagi, Gates menyoroti perubahan ini mungkin akan menantang konsep kapitalisme konvensional, yang selama ini bergantung pada prinsip kelangkaan. Dalam sistem tersebut, harga ditentukan oleh keterbatasan sumber daya dan daya beli pasar.
Namun, dengan AI yang mampu menggantikan peran manusia dalam banyak hal, paradigma ini dinilai perlu dipikirkan ulang.
"Selama ini, pasar bekerja berdasarkan kelangkaan harga muncul karena sumber daya terbatas. Anda bisa mempekerjakan seseorang karena bersedia membayar lebih dari yang lain," kata Gates.
"Jadi sekarang, saya berusaha memahami seperti apa dunia masa depan itu. Ini belum menjadi fokus utama saya, tetapi saya senang berdiskusi dengan para ahli tentang bagaimana ekonomi akan berfungsi, dan bagaimana kita akan memilih untuk menggunakan kebebasan baru yang akan datang," jelasnya.
Meski Gates mengakui membayangkan dunia tanpa batasan bukanlah hal yang mudah, di mana ia sendiri mengaku telah menghabiskan hampir 70 tahun hidup di dunia yang dibentuk oleh kelangkaan. Namun ia percaya, generasi mendatang—termasuk anak dan cucunya akan hidup di dunia yang jauh berbeda.
"Tetapi 30 tahun bukanlah waktu yang lama. Anak-anak dan cucu saya akan menghabiskan sebagian besar hidup mereka di dunia yang sangat berbeda dari hari ini."
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber