
SURABAYA (Lentera) - Represi terhadap media dan jurnalis masih terus terjadi, bahkan cenderung meningkat. Ironisnya, pelaku tindakan represi didominasi oleh aparat. Melihat kondisi tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menilai bahwa kondisi kemerdekaan pers di Jawa Timur dalam setahun belakangan ini tidak baik-baik saja.
Berdasarkan catatan AJI Surabaya, sepanjang Januari hingga Mei 2025, telah terjadi beberapa kasus kekerasan, teror, intimidasi, dan ketenagakerjaan terhadap media dan jurnalis di Jawa Timur. AJI Surabaya menyebutkan diantaranya di Madura, aparat kepolisian memaksa sebuah media lokal mengubah judul berita karena dianggap “tidak mengikuti rilis” polisi. Selain itu, juga terjadi pemukulan terhadap jurnalis saat meliput pembongkaran lapak pedagang serta peretasan nomor WhatsApp redaksi sebuah media.
"Pada akhir Maret lalu, saat berlangsung aksi penolakan pengesahan RUU TNI di Surabaya, jurnalis Suara Surabaya dan Berita Jatim mengalami intimidasi. Mereka dipukul dan dipaksa menghapus rekaman oleh sejumlah polisi," kata Sekretaris AJI Surabaya, Hana Septiana, Jumat (2/5/2025).
Kemudian, lanjutnya, dalam kasus ketenagakerjaan, terjadi pemotongan upah sepihak dan PHK oleh perusahaan media seperti yang dialami Miftah Faridl, koresponden CNN Indonesia Biro Surabaya.
Selain itu, Posko THR dan PHK 2025 yang dibuka Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jawa Timur juga mendapatkan laporan keterlambatan pembayaran upah dan tidak dibayarkannya Tunjangan Hari Raya oleh dua perusahaan media.
Menanggapi hal tersebut, dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Pers Dunia atau World Press Freedom Day (WPFD) 2025 yang jatuh pada Sabtu, 3 Mei 2025, AJI Surabaya bersama organisasi masyarakat sipil di Jawa Timur yaitu Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Jawa Timur, Walhi Jawa Timur, LBH Surabaya, Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jawa Timur, LPM Situs FIB Unair, dan LPM Berdikari mengeluarka lima pernyataan:
1. Mengecam setiap tindakan kekerasan yang dialami oleh jurnalis, terutama jurnalis perempuan dalam melaksanakan tugas jurnalistik yang sebetulnyan dilindungi Undang-Undang Pers.
2. Mendesak pemerintah serius menegakkan hukum ketenagakerjaan dalam sektor usaha media.
3. Mendesak pemerintah menjaga ekosistem bisnis media yang sehat, independen, dan tidak partisan.
4. Mendesak perusahaan media untuk memberikan kompensasi yang layak bagi jurnalis atau pekerja media yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan adil dan bermartabat.
5. Tegakkan keadilan dan kesetaraan untuk pers mahasiswa, serta hentikan represifitas terhadap pers.
Editor : Lutfiyu Handi