19 April 2025

Get In Touch

Tak Terekam CCTV, Persada Hospital Akui Keterbatasan Data Dugaan Pelecehan 3 Tahun Lalu

(kiri-kanan) Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi RS Persada, dr. Galih Endradita dan Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkal
(kiri-kanan) Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi RS Persada, dr. Galih Endradita dan Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkal

MALANG (Lentera) - Rumah Sakit (RS) Persada Kota Malang kembali angkat suara terkait dugaan pelecehan seksual oleh salah satu tenaga medisnya terhadap pasien yang dirawat tiga tahun lalu. Dalam pernyataan resminya, pihak rumah sakit mengakui adanya keterbatasan data dan informasi yang dimiliki dalam kasus ini. Karena kejadian sudah berlangsung cukup lama dan tidak terekam dalam sistem CCTV internal rumah sakit.

Sebelumnya, pihak Persada Hospital menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan pelanggaran etika yang dialami seorang pasien berinisial QAR saat menjalani perawatan pada akhir September 2022 lalu. Dugaan ini mencuat ke publik melalui unggahan media sosial korban yang menuding seorang dokter melakukan pelecehan seksual saat pemeriksaan.

Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkalit, menyatakan pihak rumah sakit sama sekali tidak mentolerir pelanggaran etika dalam bentuk apapun dan langsung melakukan langkah penyelidikan internal begitu informasi mencuat.

"Dokter yang bersangkutan (ybs) telah dinonaktifkan sementara dari pelayanan RS sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan. Kami juga telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Proses hukum adalah mekanisme yang tept untuk mencapai keadilan," ujar Kitty, Jumat (18/4/2025). 

Sementara itu, Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi RS Persada, dr. Galih Endradita, menyebutkan pihak RS telah memeriksa dokter yang dimaksud. Namun, dokter tersebut tidak mengakui adanya tindakan pelecehan dan menyatakan pelayanan yang dilakukan sesuai standar medis.

"Tentang kejadian dugaan pelecehan yang dimaksud, kalau menurut dokter yang bersangkutan itu adalah pemeriksaan standar yang dia lakukan. Jadi memang sampai sekarang tidak ada pengakuan sudah melakukan dugaan pelecehan kepada pasien saat itu," kata dr. Galih. 

"Tapi kalau prinsip keadilan, itu kan tidak perlu ada pengakuan sebenarnya untuk kemudian memutuskan apakah ini bersalah atau tidak," imbuhnya. 

Salah satu hambatan yang dihadapi tim penyelidik internal adalah tidak tersedianya rekaman CCTV. Karena keterbatasan sistem pengawasan di ruang rawat inap, serta durasi penyimpanan data rekaman yang terbatas.

"CCTV tidak bisa memantau ruang rawat inap demi menjaga privasi pasien. Rekaman pun hanya disimpan dalam jangka pendek, biasanya dua minggu. Maka kejadian tiga tahun lalu tidak dapat kami lacak secara visual," ungkapnya.

Selain itu, selama perawatan pada tahun 2022 lalu, korban tidak pernah mengajukan keluhan baik secara tertulis maupun melalui survei kepuasan yang rutin dilakukan rumah sakit. Hal ini turut membatasi penelusuran lebih jauh oleh manajemen.

Meski begitu, pihak RS menyatakan tetap mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan. Jika nanti terbukti bersalah, dokter yang bersangkutan akan diberhentikan secara tidak hormat dan diserahkan ke jalur hukum sesuai aturan yang berlaku.

Lebih lanjut, disinggung terkait keterlibatan lembaga eksternal seperti Kemenkes dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pihak RS menjelaskan investigasi saat ini masih dilakukan secara internal sesuai ketentuan Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang Komite Etik dan Disiplin Rumah Sakit.

"Jadi aturan etik diselesaikan internal. Baru setelah itu kalau IDI dan Kemenkes ingin mendapatkan informasi tentang internal itu, akan berkirim surat ke RS. Tapi kami sudah melakukan komunikasi informal mengenai kejadian laporan kasus ini," papar dr. Galih. 

Terkait rekam jejak dokter, pihak RS menyatakan sejak bergabung pada 2019, yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan catatan negatif atau komplain dari pasien lainnya. Tes psikologis juga telah dijalankan sebagaimana prosedur yang berlaku di RS tersebut. (*)

Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.