
SURABAYA (Lentera) - Adanya kehidupan di planet lain mulai terkuak. Para astronom mengklaim telah menemukan bukti terkuat mengenai kemungkinan adanya kehidupan di planet lain.
Meski demikian, ada ilmuwan lain menekankan bahwa hasil tersebut masih perlu diverifikasi lebih lanjut sebelum dapat disimpulkan secara pasti.
Temuan ini berasal dari pengamatan terhadap eksoplanet K2-18b menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST). Planet tersebut pertama kali ditemukan pada 2015 dan berada di zona layak huni bintangnya, memungkinkan keberadaan air dalam bentuk cair.
Kemudian pada pada 2023, tim peneliti yang dipimpin oleh Nikku Madhusudhan dari University of Cambridge mendeteksi uap air, karbon dioksida, metana, serta sinyal lemah dari dimetil sulfida (DMS), molekul yang di Bumi hanya dihasilkan oleh makhluk hidup seperti fitoplankton laut.
Tak hanya itu, dalam pengamatan terbaru menggunakan instrumen JWST yang berbeda, sinyal DMS yang jauh lebih kuat kembali terdeteksi, bersama dengan kemungkinan dimetil disulfida (DMDS), yang juga hanya dihasilkan oleh kehidupan di Bumi.
“Apa yang kami temukan adalah bukti independen di rentang panjang gelombang yang berbeda dengan instrumen yang berbeda tentang kemungkinan aktivitas biologis di planet itu,” kata Madhusudhan dalam konferensi pers pada 15 April lalu, dikutip dari laporan Newscientist, dilansir dari tempo, Jumat (18/4/2025).
Tim menyebutkan bahwa deteksi DMS dan DMDS memiliki tingkat signifikansi statistik tiga sigma, yang berarti peluang 3 dari 1000 bahwa data ini terjadi secara kebetulan. Namun, standar ilmiah untuk menyatakan sebuah penemuan sah adalah lima sigma.
Sementara itu, Nicholas Wogan dari NASA Ames Research Center menyebut hasil ini lebih meyakinkan dibanding sebelumnya, namun tetap perlu diuji ulang. “Ini bukan seperti kamu mengunduh datanya dan langsung melihat apakah ada DMS. Ini proses yang sangat rumit,” katanya.
Beberapa ilmuwan tetap skeptis. Ryan MacDonald dari University of Michigan menyatakan, “Pengamatan JWST baru ini tidak memberikan bukti yang meyakinkan bahwa DMS atau DMDS ada di atmosfer K2-18b.” Ia menambahkan, “Kita punya situasi ‘anak yang berteriak serigala’ untuk K2-18b, dan sayangnya banyak klaim menarik sebelumnya tidak mampu bertahan dalam pemeriksaan independen.”
Maksud situasi itu adalah, planet tersebut sudah beberapa kali ada klaim tiga sigma soal tanda-tanda kehidupan, tapi semuanya tidak terbukti saat diteliti lebih lanjut.
Madhusudhan memperkirakan bahwa 16–24 jam pengamatan tambahan bisa membantu mencapai lima sigma, meski pengukuran atmosfer sangat menantang. “Ukuran relatif atmosfer dibandingkan ukuran planet itu hampir sama seperti ketebalan kulit apel di atas sebuah apel,” kata Thomas Beatty dari University of Wisconsin-Madison.
Meski belum bisa dipastikan berasal dari kehidupan, konsentrasi DMS dan DMDS yang ditemukan mencapai ribuan kali lipat dari atmosfer Bumi. Jika sinyal ini akurat, hal itu bisa mengindikasikan tingkat aktivitas biologis yang jauh lebih tinggi dibanding Bumi.
“Kita harus sangat berhati-hati,” ujar Madhusudhan. “Kita tidak bisa, pada tahap ini, membuat klaim bahkan jika kita mendeteksi DMS dan DMDS, bahwa itu disebabkan oleh kehidupan.”
Wogan menyebut bahwa butuh waktu untuk menyingkirkan kemungkinan lain yang bukan berasal dari kehidupan. “Hal seperti ini belum benar-benar pernah diteliti. DMS dalam atmosfer kaya hidrogen, kita belum banyak tahu soal itu. Akan diperlukan banyak penelitian.”
Sara Seager dari dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengatakan K2-18b bisa tetap menjadi kandidat biosignature potensial selama bertahun-tahun, karena keterbatasan data eksoplanet. Meski begitu, Madhusudhan menyebut temuan ini tetap penting.
“Ini adalah momen revolusioner, bahwa kita telah mampu berkembang dari kehidupan sel tunggal miliaran tahun lalu, menjadi peradaban teknologi canggih yang mampu mengintip atmosfer planet lain dan benar-benar menemukan bukti kemungkinan aktivitas biologis.”
Sementara itu, dilasir dari BBC, menyebutkan bahwa Planet Uranus dan lima bulan terbesarnya kemungkinan bukan planet yang steril dari kehidupan seperti yang selama ini dianggap para ilmuwan.
Sebaliknya, Uranus dan lima bulannya mungkin memiliki lautan. Bahkan, bulan-bulannya boleh jadi mampu mendukung kehidupan, kata para ilmuwan.
Selama ini sebagian besar dari apa yang kita ketahui soal Uranus dan lima bulannya dikumpulkan oleh pesawat ruang angkasa Voyager 2 milik NASA yang berkunjung hampir 40 tahun lampau.
Namun, analisis terbaru menunjukkan bahwa kunjungan Voyager bertepatan dengan badai matahari yang kuat. Ini menimbulkan gagasan yang menyesatkan tentang seperti apa sebenarnya sistem Planet Uranus.
Uranus adalah planet di bagian terluar tata surya kita. Uranus punya cincin es dan merupakan planet paling dingin dari semua planet. Posisinya miring ke samping, seolah-olah telah terguling sehingga bisa dibilang yang paling aneh. (*)
Editor : Lutfiyu Handi
Berbagai Sumber