19 April 2025

Get In Touch

Animator Film Jumbo Asal Malang Tegaskan AI Tak Bisa Gantikan Sentuhan Hati Seniman

Salah satu kreator film Animasi Jumbo asal Malang, Wahyu Denis Kurniawan. (foto:ist/dok. pribadi Denis Kurniawan)
Salah satu kreator film Animasi Jumbo asal Malang, Wahyu Denis Kurniawan. (foto:ist/dok. pribadi Denis Kurniawan)

MALANG (Lentera) - Perkembangan teknologi akal imitasi (AI) yang makin pesat, ternyata tak membuat Wahyu Denis Kurniawan, animator asal Malang yang terlibat dalam film animasi lokal, Jumbo merasa gentar dan menegaskan karya seni tak bisa digantikan oleh mesin.

Denis mengatakan teknologi AI adalah keniscayaan dalam perkembangan zaman saat ini, namun ia yakin dalam dunia animasi peran manusia tetap tak tergantikan.

"Mungkin adanya teknologi ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita pungkiri, namun animasi yang dibuat langsung oleh manusia akan dibuat sepenuh hati oleh seniman yang mempunyai science of art," ujar Denis yang memegang peran Lighting & Compositing Artist film Jumbo, Rabu (16/4/2025).

Denis menegaskan kekuatan utama dalam karya animasi bukan semata teknis, melainkan jiwa dan rasa yang dituangkan oleh pembuatnya. Sentuhan tersebut, menurutnya, merupakan sesuatu yang tidak bisa disintesis oleh algoritma.

"Karena dengan membuat animasi sendiri, adalah gimana caranya kita mengeluarkan science of artnya kita sebagai seniman. Jadi menurut saya keberadaan animator tidak akan bisa tergantikan oleh AI," tegasnya.

Lebih lanjut, sebagai salah satu dari 420 kreator lokal yang terlibat dalam proyek film animasi Jumbo, Denis mengajak para animator muda untuk tidak takut menghadapi teknologi. Ia menekankan pentingnya adaptasi dan semangat berkarya, dalam menghadapi era digital.

Alumnus SMKN 4 Malang yang kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Mercu Buana Jakarta ini menambahkan, teknologi bisa menjadi alat bantu, bukan ancaman. Namun, jiwa seniman tetap menjadi faktor utama yang membuat animasi hidup dan berkesan.

Film Jumbo sendiri mengisahkan Don, seorang anak yatim piatu berusia 10 tahun yang kerap diremehkan karena tubuhnya yang besar. Ia menemukan pelarian dari dunia yang tidak ramah melalui sebuah buku dongeng warisan orangtuanya.

Buku tersebut menjadi sumber semangat Don untuk mengikuti pertunjukan bakat di kampungnya, hingga suatu hari buku itu dicuri oleh Atta. Dalam keterpurukannya, Don bertemu dengan Meri, peri kecil misterius yang memintanya untuk membantu menemukan orangtuanya. 

Pertemuan ini menuntun Don dalam petualangan ajaib penuh kejutan dan makna, memperkuat rasa percaya diri serta persahabatannya dengan Nurman dan Mae, serta Atta. 

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.