
SURABAYA (Lentera) -Seolah tak ada pihak yang mau mengalah dengan ego masing-masing, perang dagang sengit antara China melawan Amerika Serikat terus memanas dan kini memasuki babak baru. Pertarungan dua raksasa ekonomi ini pun membuat ekonomi global semakin gonjang-ganjing.
China yang sebelumnya diprediksi mau melunak dan mau berkompromi di meja perundingan, rupanya bersikap sebaliknya.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menghajar barang impor dari China yang masuk ke negaranya dengan kenaikan tarif 34 persen, lalu 84 persen sebelum kemudian dinaikkan lagi jadi 125 persen.
Tak lama kemudian, pemerintah China memutuskan untuk membalas dengan kenaikan tarif impor yang sama, yakni 84 persen dari sebelumnya 34 persen, dan naik lagi jadi 125 persen sebagai balasan ke AS.
Petani kedelai AS merana
Mengutip CNN, China punya senjata rahasia yang bisa membuat kemampuan ekonomi AS cukup kewalahan, yakni menyetop impor kedelai dari petani-petani di Negeri Paman Sam. Hal ini sudah pernah dilakukan Beijing pada 2018.
Kedua negara saling terkait erat dalam perdagangan, meskipun China menjual sekitar tiga kali lebih banyak ke AS daripada yang dibelinya. Hasilnya adalah defisit perdagangan yang signifikan sebesar hampir 300 miliar dollar yang menguntungkan Beijing.
Kesenjangan inilah yang ingin ditutup Trump dengan tarif impor atas barang-barang buatan China. Untuk diketahui saja, China selama ini menjadi pembeli sebagian besar produk pertanian dari AS, termasuk kacang kedelai, biji minyak, dan biji-bijian.
Impor kacang kedelai, yang sebagian besar digunakan untuk pakan ternak di China, sudah mengalami pukulan berat selama masa jabatan pertama Trump ketika kedua negara berseteru dalam perang dagang tahun-tahun sebelumnya.
Pada saat itu, China berusaha mendiversifikasi sumber impornya dan mencari negara lain untuk produk pertanian. China akan melakukannya lagi setelah mengenakan tarif 125 persen pada semua impor AS pada 2025.
Langkah balasan China ini sudah diperkirakan banyak analis dan dapat membuat impor komoditas pertanian Amerika seperti kacang kedelai oleh China mendekati nol.
Ekspor kacang kedelai AS ke China mengutip Kompas, sekarang dikenakan tarif total sebesar 135 persen, yang merupakan hasil dari tarif 10 persen yang dikenakan pada produk pertanian tertentu pada bulan Maret, ditambah pungutan 125 persen yang diumumkan pada hari Jumat.
Selama perang dagang AS-China pada pemerintahan pertama Donald Trump tahun 2018, Brasil menjadi negara paling diuntungkan. Negara Amerika Selatan ini merupakan pesaing AS dalam perdagangan kedelai global.
Impor kacang-kacangan China dari Brasil yang melonjak tajam selama bertahun-tahun. Ekspor kedelai Brasil ke Cina telah tumbuh lebih dari 280 persen sejak 2010 sementara ekspor AS tetap datar.
November lalu, Xi melakukan kunjungan kenegaraan ke Brasil, yang dimaksudkan untuk memperkuat hubungan kedua negara. Pada tahun 2024, China menjadi tujuan utama kedelai Brasil, yang menyumbang lebih dari 73 persen dari total ekspor kedelai negara tersebut.
Dengan produksi yang diperkirakan meningkat, panen kedelai Brasil diproyeksikan mencapai rekor tertinggi tahun ini, sehingga China dapat meningkatkan impornya dari Brasil dan negara-negara Amerika Selatan lainnya seperti Argentina, yang saat ini merupakan produsen kedelai terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan AS.
Kerugian petani AS dalam perang dagang
Sektor pertanian AS merugi sekitar 27 miliar dollar AS selama perang dagang 2018, dengan 71 persen kerugian terkait merosotnya ekspor kedelai, menurut American Soybean Association.
Dan para petani, yang banyak tinggal di negara-negara bagian yang jadi basis pendukung Trump dalam pemilihan 2024, justru masih berjuang menghadapi dampaknya.
Hanya Illinois, produsen kedelai teratas, dan Minnesota, negara bagian penghasil kedelai terbesar ketiga, yang mendukung mantan Wakil Presiden Kamala Harris pada Pilpres AS November lalu (*)
Editor: Arifin BH