19 April 2025

Get In Touch

Sampah Antariksa Meningkat Akibat Satelit

Ilustrasi (iStockphoto)
Ilustrasi (iStockphoto)

JAKARTA (Lentera) - Masalah sampah antariksa di orbit Bumi kian mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan tahunan ESA tentang Lingkungan Antariksa, jumlah puing luar angkasa melonjak tajam karena satelit diluncurkan jauh lebih cepat daripada puing-puing yang kembali ke atmosfer.

Lebih parahnya, orbit Bumi kini dipadati satelit rusak dan pecahan wahana antariksa yang jumlahnya jauh melampaui satelit aktif. Ini bisa mengarah pada fenomena Kessler cascade, yaitu tabrakan beruntun puing luar angkasa yang sulit dihentikan.

Istilah Kessler cascade atau sindrom Kessler (disebut juga efek Kessler, dipaparkan oleh ilmuwan NASA Donald J. Kessler pada 1978. Kessler cascade adalah skenario ketika kepadatan objek di orbit bumi rendah (LEO) begitu tinggi sampai-sampai tabrakan antarobjek bisa memunculkan cascade, artinya setiap tabrakan menghasilkan serpihan angkasa yang meningkatkan kemungkinan adanya tabrakan lain.

Salah satu dampaknya adalah persebaran serpihan di orbit dapat mengakibatkan penjelajahan luar angkasa, bahkan pemakaian satelit, mustahil dilakukan selama beberapa generasi umat manusia.

Kita memang belum sampai di sana. Namun, risiko tabrakan di orbit Bumi terus meningkat, dan akan terus meningkat pada level yang mengkhawatirkan jika manusia terus melakukan peluncuran seperti saat ini. Bahkan, risiko akan terus meningkat bahkan jika kita tidak meluncurkan apa pun ke orbit Bumi lagi.

"Ada konsensus ilmiah bahwa bahkan tanpa peluncuran tambahan, jumlah sampah antariksa akan terus bertambah, karena peristiwa fragmentasi menambah objek sampah baru lebih cepat daripada kemampuan sampah secara alami untuk kembali ke atmosfer, yang dikenal sebagai sindrom Kessler," kata ESA dalam laporannya, dikutip dari Science Alert.

"Reaksi berantai ini dapat membuat orbit tertentu menjadi tidak aman dan tidak dapat digunakan seiring berjalannya waktu karena serpihan terus bertumbukan dan terpecah berulang kali, sehingga menciptakan efek berjenjang," ESA menjelaskan.

"Ini berarti bahwa tidak menambahkan sampah baru saja tidak lagi cukup. Lingkungan sampah luar angkasa harus dibersihkan secara aktif," tegas ESA.

Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa kecepatan peluncuran satelit ke orbit Bumi tidak berkelanjutan. Space Environment Report 2025 memberikan gambaran yang serius bahkan dengan mempertimbangkan penghancuran satelit yang ada di dalamnya. Saat ini, program pemantauan melacak sekitar 40 ribu objek di orbit Bumi, dengan sekitar 11 ribu di antaranya merupakan satelit aktif dan operasional.

Namun, perkiraan jumlah sampah di sana jauh lebih tinggi. Menurut perkiraan ESA, ada sekitar 54 ribu objek di orbit Bumi yang lebih besar dari 10cm. Untuk ukuran 1-10cm, diperkirakan ada 1,2 juta keping sampah antariksa, dan ada sekitar 130 juta keping sampah berukuran 1mm-1cm berputar-putar di sekitar Bumi dengan kecepatan tinggi.

Potongan kecil mungkin terdengar tidak menakutkan. Nyatanya, puing-puing ini masih dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada satelit dan pesawat ruang angkasa yang beroperasi, termasuk Stasiun Luar Angkasa Internasional dan Teleskop Luar Angkasa Hubble.

Fragmentasi tidak terbatas pada tabrakan. Kegagalan akibat ledakan dan keausan biasa adalah contoh proses yang dapat menyebabkan objek di orbit melepaskan serpihan berkecepatan tinggi.

Pada 2024, peristiwa fragmentasi non-tabrakan merupakan sumber sampah antariksa terbesar. ESA menghitung 11 peristiwa semacam itu yang, jika ditotal, menghasilkan sedikitnya 2.633 sampah antariksa.

Karena kejadian ini tidak direncanakan dan tidak terkendali, kita tidak dapat berbuat apa pun untuk memastikan pecahan-pecahan itu berada di orbit yang membusuk yang akan membuatnya terbakar tanpa bahaya di atmosfer Bumi.

Namun, ada beberapa berita positif. Jumlah entri atmosfer terkendali dari tahap roket dan satelit utuh lebih tinggi pada 2024 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang berarti bahwa strategi pembuangan ini berhasil. Ada juga lebih sedikit entri yang tidak terkendali.

"Sekitar 90% badan roket di orbit rendah Bumi sekarang meninggalkan orbit yang berharga sesuai dengan standar masuk kembali dalam waktu 25 tahun sejak sebelum 2023, dengan lebih dari separuhnya memasuki kembali dengan cara yang terkendali," jelas ESA .

"Sekitar 80% juga mematuhi standar baru yang lebih ketat untuk mengosongkan orbit dalam waktu lima tahun yang telah diadopsi ESA untuk aktivitasnya sendiri pada 2023," tambah ESA.

Mempertahankan tren tersebut adalah satu bagian dari teka-teki. Prakarsa untuk secara aktif membersihkan ruang di sekitar Bumi merupakan bagian lain. Ini akan sulit, dan memerlukan kerja sama global.

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.