Kejagung : Terbongkarnya Suap Rp 60 Miliar ke Ketua PN Jakarta Selatan dari Kasus Ronald Tannur

JAKARTA (Lentera)- Setelah menetapkan empat tersangka dugaan suap pada penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan bahwa terungkapnya kasus tersebut dari pengembangan kasus suap perkara Ronald Tannur di PN Surabaya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa pada awalnya, penyidik mencium adanya indikasi suap pada putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah.
“Ada dugaan putusan ontslag itu tidak murni,” katanya seperti dilansir dari Antara, Minggu (13/4/2025).
Kemudian, penyidik memeproleh informasi soal dugaan suap penanganan korupsi minyak goreng itu didapat saat penggeledahan kasus suap penanganan perkara Ronald Tannur di PN Surabaya.
Penyidik memperoleh petunjuk soal nama advokat Marcella Santoso atau MS yang terhubung dengan penanganan korupsi ekspor CPO di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat. “Ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” katanya.
Marcella Santoso merupakan seorang advokat yang mendampingi tersangka korporasi dalam kasus korupsi CPO tersebut. Usai didapatkan informasi terkait Marcella, penyidik pun menggeledah sejumlah tempat di Jakarta maupun luar Jakarta dan memeriksa beberapa saksi.
Kejaksaan Agung kemudian menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketika kasus korupsi minyak goreng disidangkan, Arif merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan bahwa penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella dan Ariyanto selaku advokat memberikan suap dan/atau gratifikasi kepada Arif Nuryanta sebesar Rp 60 miliar.
Lebih lanjut diterangkan bahwa suap tersebut diberikan melalui Wahyu Gunawan dalam rangka pengurusan perkara korupsi minyak goreng. Tujuannya, agar majelis hakim yang mengadili perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah memberikan putusan ontslag atau tidak terbukti.
Putusan ontslag atau vonis lepas atau putusan lepas tersebut dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa (19/3/2025) oleh hakim ketua Djuyamto bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.
Majelis Hakim PN Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group korporasi terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging). Sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU. Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula.
Keempat tersangka ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai Sabtu, 12 Aprul 2025. Wahyu Gunawan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Marcella Santoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Ariyanto ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Muhammad Arif Nuryanta ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
“Terkait dengan putusan Ontslag tersebut, Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa WG, MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada MAN sebesar Rp60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah) dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging,” lanjut Harli. (*)
Editor : Lutfiyu Handi
Berbagai Sumber