16 April 2025

Get In Touch

Fenomena Fetish Seksualitas Baru dari Gilang 'Bungkus'

Fenomena Fetish Seksualitas Baru dari Gilang 'Bungkus'

Surabaya - Jagat dunia maya saat ini dihebohkan dengan fenomena fetish seksualitas menyimpang yang dilakukan Gilang 'Bungkus,' mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Informasi ini diketahui publik ketika akun @m.fikris menulis sebuah tread di media sosial Twitter, dengan judul "Predator Fetish Kain Jarik Berkedok Riset Akademik dari Mahasiswa PTN di Surabaya."

Informasi tersebut sontak langsung viral. Berbagai tanggapan muncul dari jutaan masyarakat. Dalam tread tersebut M salah satu korban menceritakan aksi penyimpangan yang dilakukan oleh Gilang tersebut.

Menurut korban, Gilang diduga mengalami kelainan seksual, dimana ia meminta korbannya untuk diikat dan dibungkus menggunakan jarik. Bahkan dia akan merasa senang dan merasa puas jika korban menunjukkan reaksi sesak napas atau memberontak.

Kabar itupun menyeruak sampai di telinga universitas. Kamis (30/7/2020), pihak Unair membenarkan jika Gilang ialah mahasiswa semester 10 Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Namun saat itu pihak kampus belum mendapati adanya laporan terkait dugaan kasus fetish penyimpangan seks dari mahasiswanya itu.

"Belum pernah ada yang melapor. Jadi pihak FIB baru tahu juga dari informasi di medsos," ungkap Ketua Pusat Informasi dan Kehumasan Unair, Suko Widodo.

Berdasarkan informasi dari media sosial, Unair langsung melakukan pelacakan terhadap pihak yang bersangkutan. Namun saat itu penelusuran kampus menemui jalan buntu lantaran pihak yang bersangkutan tidak bisa dihubungi.

"Pasti ada tindakan tegas bahkan mungkin bisa dilakukan maksimal bisa dipecat atau apa. Tentu akan kita lacak dan verifikasi kebenarannya. Sekarang dewan etik sedang mengumpulkan fakta-fakta itu. Tapi keputusan sementara mereka sudah punya catatatan," pungkasnya.

Psikolog Ragu itu Fetish

Dikutip dari cnnindonesia.com, Psikolog Klinis dan Forensik, Kasandra Putranto justru mempertanyakan status fetish yang ditujukan kepada Gilang. Karena menurutnya ada rangkaian keterangan yang tak cocok dan itu perlu dipastikan ulang.

"Karena masih ambigu, keterangan itu berasal bukan dari tangan pertama. Lalu ada beberapa perbedaan, yang pertama, dia minta orang membungkus lalu meminta orang mengirim fotonya. Yang kedua, orang membungkus diri di hadapannya, lalu kemudian dia raba-raba," jelas lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tersebut.

Padahal pada dasarnya, lanjut Kasandra, fetish merupakan rangsangan seksual yang muncul dari benda mati atau bagian tubuh nongenital.

"Misalnya, sepatu, bra, mungkin foto, mungkin boneka atau apapun. Sementara ini kan benda hidup, artinya di dalam jarik itu kan ada orang. Nah yang jadi sumber arousal-nya dia itu, jariknya-kah atau orangnya?"
Jika benar fetish jarik, dalam foto-foto korban yang tersebar di media sosial terlihat tak semuanya memakai kain jarik ketika 'dibungkus.' Ada juga yang menggunakan kain seprai atau kain putih," katanya.

Selain itu, berbagai perbedaan dari cerita-cerita korban itu masih menyisakan pertanyaan bagi Kasandra. Kasandra tidak mau terseret pada pandangan yang menyebut perilaku ini sebagai fetish. Ia perlu memastikan ulang dan memperjelas beberapa hal melalui pemeriksaan lebih lanjut.

"Karena ada beberapa yang melaporkan kelaminnya dipegang-pegang. Harus diperjelas, apakah jarik hanya alat untuk mengikat supaya tidak melawan. Sampai saat ini saya belum memperoleh kesempatan untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap yang bersangkutan 1 ataupun memiliki data-data informasi tangan pertama yang bisa saya gunakan untuk menganalisa," ucap dia.

Unair Resmi DO Gilang Bungkus

Beberapa minggu nasibnya menggantung, akhirnya Unair men-Drop Out (DO) Gilang. Ketua Pusat Informasi dan Kehumasan Unair, Suko Widodo mengatakan jika pemberlakuan DO bagi mantan mahasiswa Unair angkatan 2015 itu terhitung sejak Rabu, 5 Agustus 2020.

Ia menambahkan keputusan tersebut diambil berdasarkan pelacakan dan pengumpulan informasi dari tim help center Unair. Selain itu pihak Dekanat FIB Unair juga sudah mengadakan pertemuan dengan keluarga Gilang melalui daring virtual.

"Keluarganya berada di luar kota Surabaya. Akhirnya Pak Rektor memutuskan yang bersangkutan dikeluarkan atau DO," jelas Suko, Rabu (5/8/2020).

Melalui Suko, pihak keluarga Gilang menyampaikan permintaan maaf kepada para korban. Sedangkan menurut Suko, perilaku yang dilakukan Gilang tersebut tidak mencerminkan sebagaimana selayaknya mahasiswa Unair pada umumnya."Selanjutnya yang bersangkutan tidak ada sangkut paut dengan Unair," tegasnya.

Kepada publik dan terlebih bagi para korban yang merasa terlecehkan akibat perlakuan Gilang, dianjurkan untuk melaporkan kasus tersebut kepada pihak berwajib.
Sedangkan upaya dari pihak Unair sendiri telah membuka layanan konseling dan melakukan pendampingan bagi para korban yang mengalami trauma.

"Tim help center Unair akan melakukan pendampingan kepada mereka. Ada psikolog, psikiater, dan dokter juga yang siap mendampingi mereka," tutup Suko. (Sur)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.