12 April 2025

Get In Touch

Said Didu: Kampus Harus Jadi Oase Kebebasan Berpikir, Jangan Terkungkung Kekuasaan

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, Sabtu (23/11/2024). (Santi/Lenteratoday)
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, Sabtu (23/11/2024). (Santi/Lenteratoday)

MALANG (Lenteratoday) - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Dr. Ir. Muhammad Said Didu, mengingatkan pentingnya perguruan tinggi berperan sebagai oase kebebasan berpikir bagi masyarakat akademisi.

Usai menyampaikan orasi ilmiahnya di Universitas Widyagama (UWG) Malang, Said Didu menegaskan kampus jangan menjadi institusi yang terkekang oleh kekuasaan atau politik. Dirinya menilai, hanya di lingkungan yang bebas dan terbuka, ilmu pengetahuan dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal.

“Saya melihat Universitas Widyagama memiliki keberanian menjadikan kampusnya terbuka untuk berbagai pemikiran. Tidak dibatasi oleh dinding-dinding kekuasaan sehingga bisa mendatangkan orang-orang yang memiliki intelektualitas tinggi,” ujar Said Didu, Sabtu (23/11/2024).

Menurutnya, kampus yang dikendalikan oleh kekuasaan politik akan sulit mendorong kreativitas dan inovasi. Pasalnya, kebebasan berpikir merupakan prasyarat utama bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam kesempatan tersebut, Said Didu juga membagikan pengalaman pribadinya. Sebagai tokoh yang sering dianggap oposisi, ia menyebutkan, ada rektor di salah satu universitas terbesar di Indonesia yang bahkan takut untuk berfoto dengannya.

"Nah ini betapa bahayanya kalau pemikiran itu dicampuradukan dengan politik. Jadi saya pikir dan saya berharap ke depan betul-betul kampus dibebaskan dari politik," serunya.

Lebih lanjut, pria yang aktif menyoroti kebijakan pemerintahan dan dunia perpolitikan melalui media sosialnya ini, juga menyoroti proses pemilihan rektor di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang masih melibatkan campur tangan pemerintah, sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 dan Nomor 21 Tahun 2018.

Berdasarkan regulasi tersebut, pemilihan rektor PTN dilakukan melalui tahapan penjaringan, penyaringan, pemilihan, hingga penetapan. Di mana Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memiliki 35 persen hak suara dalam rapat Senat tertutup, sementara Senat PTN memegang 65 persen hak suara.

Said Didu menilai, campur tangan pemerintah inilah yang dapat memengaruhi independensi kampus. Ia juga membandingkan situasi saat ini dengan era Presiden Soeharto, yang meskipun dikenal otoriter, tetap memberikan ruang kebebasan berpikir di kampus.

"Ya, saya berharap kampus kembali dibebaskan. Pak Harto itu bisa memisahkan antara kerja intelektual dengan kekuasaan politik. Nah saya berharap Pak Prabowo bisa melakukan hal seperti itu supaya para ilmuan menjadi kreatif," ungkapnya.

Di sisi lain, Said Didu juga menyentil kebijakan pemerintah yang seolah lebih banyak memberikan penghargaan kepada figur populer seperti influencer, dibandingkan kepada akademisi atau ilmuwan muda berbakat.

Menurutnya, penghargaan seharusnya diberikan kepada mereka yang benar-benar memberikan kontribusi intelektual.
"Mereka (influencer) kaya raya diberikan jabatan. Cobalah mencari mahasiswa yang bagus, yang pintar. Kalau itu (influencer dan artis) ya, sudahlah, kita jadi artis saja semua," tandasnya.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.