15 April 2025

Get In Touch

Mahasiswa UB Kirim "Hadiah Reformasi" Surat Terbuka dan Bet Pingpong untuk Nadiem Makarim

"Hadiah Reformasi" bentuk sarkasme dari Mahasiswa UB untuk Mendikbudristekdikti, Nadiem Makarim. (Dok. EM-UB)

MALANG (Lenteratoday) - Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) melakukan aksi kontroversial, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Usai melaksanakan seruan aksi pada Rabu(22/5/2024), kini mahasiswa UB mengirimkan "Hadiah Reformasi" kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristekdikti) RI, Nadiem Makarim yang berisi surat terbuka dan bet pingpong.

Presiden EM UB, Satria Naufal menjelaskan pengiriman kotak tersebut merupakan bentuk sarkasme, yang menggambarkan pemerintah dan kampus sedang memainkan "Politik Pingpong" dengan saling lempar tanggung jawab terkait nasib mahasiswa.

"Aksi ini simbolis untuk menunjukkan, bahwa pemerintah dan kampus saling menyalahkan dalam isu UKT mempingpong nasib mahasiswa," ujar Naufal, Jumat(24/5/2024).

Sebagai bagian dari aksi ini, EM UB juga merilis video animasi berjudul "Politik Pingpong" yang menampilkan Nadiem Makarim bermain pingpong dengan pihak Universitas Brawijaya dan Tjitjik Sri sebagai Sekretaris Direktorat Pendidikan Tinggi yang menyatakan "Kuliah adalah Kebutuhan Tersier."

Lebih lanjut, Naufal juga menyebutkan ada 3 tuntutan yang disampaikan oleh EM UB. Pertama, mendesak untuk mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 beserta peraturan turunannya.

Selanjutnya meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk melakukan audit, terhadap peraturan rektor atau peraturan lain yang mengatur kenaikan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di setiap perguruan tinggi. Dan ketiga, meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI untuk mencabut beberapa pernyataan yang merendahkan martabat perguruan tinggi.

Naufal menambahkan, permasalahan UKT semakin rumit akibat lempar tanggung jawab antara pemerintah dan pihak kampus.

"Kami menyederhanakan bahasa politik pemerintah dan kampus menjadi 'Politik Pingpong' karena saling melempar tanggung jawab," tegasnya.

Naifal juga mengkritik kurangnya political will dari pemerintah dan kampus, dalam menyelesaikan masalah UKT serta terbatasnya bantuan keuangan yang diberikan. Ia menilai, pemerintah dan kampus seharusnya memiliki kemauan politik untuk menyelesaikan masalah ini. Selain itu, menurutnya juga bantuan keuangan yang diberikan sangat terbatas dibandingkan dengan yang mengajukan.

"Jadi, jika perlawanan dari berbagai kampus diabaikan, maka gerakan #ReformasiPendidikanTinggi dan #TurunkanUKTAtauNadiemYangTurun akan terus menggema," tukasnya.

Reporter:Santi Wahyu/Editor:Ais

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.