
JAKARTA (Lenteratoday) - Kasus dugaan korupsi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk diduga merugikan negara hingga mencapai Rp 271 triliun. Jumlah itu sangat fantastis dan membuat banyak pihak, tidak terkecuali Komisi VI DPR RI yang menjadi mitra kerja PT Timah Tbk.
Dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI sebelum lebaran atau sebelum memasuki masa reses, komisi yang membidangi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu pada akhirnya menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Timah.
Panja akan bekerja menelusuri dan menyelidiki dugaan penyalahgunaan yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 271 Triliun tersebut. Terutama dari faktor ekologis, lingkungan hidup, ekonomi hingga biaya pemulihan. Tentunya dengan mendalami pihak-pihak yang terlibat dalam pusaran kasus tersebut.
Menanggapi besaran potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut, praktisi hukum lingkungan Kurnia Zakaria menyatakan bahwa yang sebenarnya berwenang menghitung kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"BPK berhak menghitung dan menetapkan kerugian negara atas permintaan penyidik daam hal ini Kejaksaan Agung, Tipikor Bareskrim atau KPK," ujar kepada wartawan, Kamis (12/4/2024).
Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga bisa melakukan audit dan pemeriksaan. Namun menyangkut kerugian negaranya tetap menjadi wewenang konstitusional pada BPK sebagaimana SEMA Nomor 4 Tahun 2016.
Menurut Kurnia, kerusakan lingkungan merupakan akibat yang dilarang oleh Undang-Undang Lingkungan. Pelakunya dan pihak-pihak yang terlibat sudah seharusnya dijerat sebagai pelaku tindak pidana lingkungan hidup.
"Bukan dipaksakan sebagai tindak pidana korupsi apalagi berdasarkan penafsiran yang menyimpang dari maksud UU. Seharunya juga Kejagung terapkan pidana lingkungan hidup,” jelasnya.
"Tetapi ahli itu juga dipergunakan sebagai penilaian awal dalam dalam kasus ini, di luar pengadilan atau melalui pengadilan," sambung Kurnia yang juga kriminolog itu.
Kurnia menambahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) semestinya tidak hanya diam saja dalam kasus ini.
"Besarnya kerugian negara seperti itu, kok Kementerian LHK tak bersuara tuh," tandasnya.
Reporter: Sumitro|Editor: Arifin BH